SNU|Jakarta,- Ada 4 faktor yang membuat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi – Erwan Setiawan unggul telak dengan 61,85% dalam hitung cepat (quick count) versi Lingkaran Survei Indonesia Denny JA. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah kepada Pers di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Hasil hitung cepat tersebut disampaikan setelah data masuk 100% dan dengan tingkat partisipasi pemilih (VTO) sebesar 63,2%. Dengan margin of error plus minus 1%, kata Toto, hasil quick count tersebut selama ini tak pernah berbeda jauh dengan hasil real count KPUD yang pada saatnya nanti akan diumumkan secara resmi. Dan tentu saja, versi KPUD itulah yang nanti akan menjadi hasil finalnya.
Dari hitung cepat yang dilakukan LSI Denny JA, lanjutnya, tiga Paslon yang tertinggal jauh dibawah Dedi – Erwan adalah Ahmad Syaikhu – Ilham Habibie yang diusung PKS dan Nasdem dengan 18,78%, Acep Adang Ruhiat – Gitalis Dwinatarina yang diusung PKB,10,40% dan paling buncit, Jeje Wiradinata – Ronal Surapradja yang diusung PDIP 8,98%.
Menurut Toto, keempat faktor utama yang membuat tiga paslon tersebut tertinggal jauh dari Dedi – Erwan adalah, pertama, karena secara personal, ada sosok Dedi Mulyadi sebagai calon gubernurnya yang sudah memiliki tingkat pengenalan dan kesukaan yang cukup tinggi.
Apalagi, jelas Toto, Dedi Mulyadi sudah masuk dalam kategori kandidat yang pengenalan dan kesukaannya berbanding lurus. Yaitu, sudah dikenal oleh sekitar 92,1% dan disukai oleh sekitar 88,6%.
Ini angka ideal seorang kandidat yang punya potensi kuat untuk menang. Toto membandingkan dengan tiga paslon lainnya, yang rata-rata masih terkendala problem pengenalan. Bahkan, ketiga paslon tersebut belum memenuhi standar pengenalan minimal 70%, termasuk Ahmad Syaikhu. Sementara, dua paslon lainnya, rata-rata baru dikenal oleh sekitar 50%.
Adapun kesukaan terhadap Dedi Mulyadi, kata Toto, karena dia dianggap sebagai figur yang mampu, peduli dan merakyat. Persepsi positif tersebut muncul karena Dedi punya kemampuan mengemas seluruh rangkaian kegiatannya dengan efek emosional publik.
“Termasuk, melalui kemasan seni dan budaya sunda yang hadir dan tampil di hampir seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat, yang makin mendekatkan dirinya dengan pemilih. Disitu ada dialog, ada humor, ada pesan kemanusiaan dan bahkan ada tangis saat Kang Dedi menyentuh bagian emosi rakyat yang hadir,” katanya.
Menurut Toto, kemasan seperti itulah yang membuat Dedi Mulyadi punya brand personal yang khas dan kuat sebagai tokoh sunda Jawa Barat yang cinta dan peduli terhadap seni, tradisi dan budaya sunda. Sehingga, Dedi pun populer dipanggil Bapak Aing.
Faktor kedua, lanjut Toto, adanya ekspresi kesukaan mayoritas publik kepada Dedi Mulyadi yang tergambar dari pemilih militan (strong supporter) yang cukup tinggi, yaitu 55,4%. Ini angka strong supporter yang jarang terjadi. Bandingkan dengan tiga paslon lain yang pemilih militannya dibawah 10%.
Faktor ketiga, jelas Toto, karena dukungan kuat mayoritas publik kepada paslon yang diusung Gerindra, Golkar, Demokrat dan PAN itu cukup merata di aneka segmen demografis, mulai dari suku, agama, gender, tingkat penghasilan, pendidikan, profesi, pilihan Ormas dan Parpol. Termasuk, unggul juga di seluruh Dapil dan Kabupaten.
Faktor keempat, Toto menambahan, karena Dedi Mulyadi punya kemampuan melakukan kapitalisasi seluruh kegiatan dan pesan kampanyenya dengan massif. Tentunya, lewat aneka platform sosial media, berita online, dan TV dengan newsvalue yang kuat. Dan ini dilakukannya dari jauh hari sebelum masuk masa kampanye.
“Dari rangkaian kegiatan dengan kemasan yang newsvalue dan berefek emosional publik itu, sangat wajar jika Kang Dedi sudah punya modal pengenalan dan kesukaan yang paling tinggi sebagai salah satu hukum besi untuk menang,” ungkapnya.
Ditanya peran sejumlah parpol yang tergabung dalam KIM Plus dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitas Dedi Mulyadi, Toto mengatakan diplomatis, tak pernah berbanding lurus antara kemenangan dan dukungan banyak partai politik.
“Dalam kontek Pilgub Jawa Barat, kemenangan Dedi Mulyadi lebih karena faktor personal figur yang memang sudah kokoh, sejak bupati Purwakarta dua periode dan caleg DPR RI dengan perolehan suara terbanyak di Jabar. Bukan karena dukungan banyak parpol,” tegasnya.
Toto mencontohkan kasus di sejumlah daerah, banyak kandidat yang kalah di Pilkada meskipun didukung banyak partai. Sebaliknya, calon yang didukung hanya satu dan dua partai saja bisa menang. Yang menarik dari kasus Pilgub Jabar, Toto menambahkan, adalah praktik politik agama yang tidak ampuh menghentikan lajut elektabilitas Dedi Mulyadi. Seperti diketahui, salah satu serangan paling massif adalah soal agama Dedi yang tidak jelas, pelaku musyrik, mistik dan dukun.