Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
ArtikelBeritaHeadlinePolitikRagam Daerah

Tidak Berpihak ke Pesantren, JKSN Jabar Layangkan Kritik Keras ke KDM

1177
×

Tidak Berpihak ke Pesantren, JKSN Jabar Layangkan Kritik Keras ke KDM

Sebarkan artikel ini
Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat menggugat ketidakadilan kebijakan pemerintah daerah terhadap pesantren.
Example 468x60

SNU|Bandung,- Ratusan pengasuh pesantren dari berbagai daerah di Jawa Barat berkumpul dan bersatu dalam sebuah forum yang sarat dengan nada kekecewaan dan kritik keras terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Mereka menilai kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi atau biasa disapa KDM tidak menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap eksistensi dan masa depan pondok pesantren di tanah Pasundan.

Example 300x600

Dalam Musyawarah Besar Pondok Pesantren Se-Jawa Barat, yang digelar di Pondok Pesantren Sirnamiskin, Kota Bandung, Sabtu (14/6/2025), Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat menggugat ketidakadilan kebijakan pemerintah daerah terhadap pesantren.

Forum tersebut bukan sekadar ajang silaturahmi, melainkan momentum menyuarakan keresahan yang selama ini dipendam oleh komunitas pesantren.

Pesantren Bukan Hanya Lembaga, Tapi Benteng Moral Bangsa

Pimpinan Ponpes Sirnamiskin, Dr. KH Ahmad Syamsurijal, dalam pidatonya membuka secara tegas fakta pahit yang dihadapi dunia pesantren saat ini.

Ahmad Syamsurijal, menegaskan, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan biasa, melainkan pilar moral, spiritual, dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Pesantren itu benteng moral, bukan sekadar ruang belajar agama, kita sudah membuktikan sejak masa penjajahan, pesantren adalah benteng perlawanan dan pencetak pemimpin,” kata Ahmad Syamsurijal.

“Tapi hari ini, hak-hak pesantren justru diabaikan. Ini penghinaan terhadap sejarah bangsa,” tegas Ahmad Syamsurijal yang disambut tepuk tangan ratusan peserta.

Forum tersebut memunculkan berbagai kritik tajam, khususnya terhadap penghapusan dana hibah bagi pesantren yang selama ini menjadi salah satu bentuk keberpihakan Pemerintah terhadap lembaga pendidikan keagamaan.

Kebijakan itu dinilai sepihak dan tanpa musyawarah, memperlihatkan sikap sewenang-wenang Pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap nasib ribuan santri dan tenaga pendidik pesantren.

Gubernur Dedi Mulyadi Dikritik Jangan Hanya Pandai Membuat Tontonan

Nada kekecewaan juga datang dari Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, yang hadir memberikan pidato berapi-api, ia secara terbuka menyentil gaya kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi yang lebih sibuk membangun citra ketimbang menyelesaikan persoalan fundamental rakyatnya.

“Jangan hanya sibuk membuat tontonan viral, lalu lupa pada warisan para kiai dan pesantren yang menjadi ruh budaya Sunda,” kata Ono Surono, “Gubernur sekarang ini bagian dari sejarah Jabar, jangan seolah-olah baru datang dari langit,” kata Ono lantang, disambut sorak sorai hadirin.

Ono Sutomo juga menyingkap kejanggalan terkait dana hibah pesantren yang disebut-sebut dialihkan ke pos dana tidak terduga, tanpa kejelasan penggunaannya.

“Kami sudah memanggil Kepala Bappeda Jabar, jawabannya muter-muter, dana hibah disimpan di kode rekening dana tidak terduga, tapi hingga sekarang tak jelas ke mana arahnya. Ini akal-akalan,” tegas Ono Surono.

Pesantren Bukan Pelengkap Panggung Politik

Sejumlah kiai peserta Mubes menyampaikan pernyataan emosional yang menggambarkan perjuangan pesantren di tengah arus kekuasaan yang semakin pragmatis.

Salah satu pengasuh pondok dari Tasikmalaya menyebut pesantren ibarat karang kecil yang menghadang ombak besar, tanpa kekuatan politik namun tetap teguh menyuarakan kebenaran.

“Kalau pesantren dan sekolah swasta disingkirkan, bisakah sekolah negeri menampung jutaan anak-anak Jawa Barat?, Ini bukan sekadar soal dana, ini soal penghargaan terhadap peradaban kita,” ujar salah satu pengasuh pondok pesantren.

Solidaritas dari Tokoh Politik dan Ulama

Forum tersebut juga dihadiri sejumlah tokoh politik dan anggota DPRD Jabar lintas fraksi. Di antaranya, Wakil Ketua DPP PPP Komarudin Taher, Anggota Komisi I DPRD Jabar Fraksi PKB Sidqon Djampi, serta Anggota Komisi V DPRD Fraksi PDI Perjuangan Zaenuddin.

Ketiganya sepakat bahwa pesantren memiliki posisi vital dalam pembangunan karakter bangsa dan tidak sepatutnya dipinggirkan.

“Kita akan kawal aspirasi ini sampai ke pusat. Jangan anggap remeh suara pesantren. Hari ini mungkin mereka diam, tapi sekali mereka bergerak, sejarah sudah membuktikan siapa yang kalah,” kata Komarudin Taher.

Arus Kesadaran Baru: Pesantren Aktor Utama, Bukan Penonton

Musyawarah Besar ini kemudian menyepakati pembentukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) berupa rekomendasi yang akan disampaikan langsung kepada pemerintah pusat dan Pemprov Jabar.

JKSN Jabar menegaskan bahwa era suara diam pesantren sudah berakhir. Saatnya komunitas pesantren menyatakan diri sebagai aktor utama pembangunan, bukan sekadar pelengkap panggung politik kekuasaan.

Salah satu panitia Mubes mengatakan, pihaknya sedang merancang agenda aksi terbuka bila tuntutan ini diabaikan. “Jabar ini tanah pesantren, bukan panggung politik murahan. Kalau tak direspons, kita akan bergerak,” tegasnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat Harus Berbenah

Musyawarah Besar ini menjadi sinyal keras bahwa kebijakan yang tidak adil terhadap pesantren akan berhadapan dengan perlawanan serius dari para ulama, kiai, dan santri.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi didesak segera mengevaluasi langkah-langkahnya, serta menghentikan praktik manipulasi anggaran dan narasi pencitraan yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat.

“Jangan bermain api di rumah pesantren, karena bara itu bisa membakar siapa saja yang meremehkannya,” pungkas KH Ahmad Syamsurijal.

Example 120x600