SNI//Singkawng Kalimantan Barat – Ratusan warga di wilayah eks Tanjung Gundul, Kelurahan Sedau, Kecamatan Singkawang Selatan, Kalimantan Barat, menghadapi ketidakpastian hukum atas tanah seluas 816 hektare, yang telah mereka kuasai secara sah selama puluhan tahun.
Hak atas tanah yang mereka miliki mendadak dibatalkan setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Singkawang menerbitkan 542 sertifikat di atas lahan yang sama.
Kisruh agraria ini bermula pasca perubahan administratif wilayah dari Kabupaten Bengkayang ke Kota Singkawang.
Berdasarkan Permendagri Nomor 90 Tahun 2018. Namun alih-alih memperjelas legalitas kepemilikan, BPN Singkawang justru mengeluarkan ratusan sertifikat baru tanpa melakukan koordinasi dan klarifikasi kepada para pemilik lama. Sabtu (19/7/2025).
Dalam surat resmi Wali Kota Singkawang kepada Gubernur Kalbar (Nomor: 100/1276/PEM-B tertanggal 5 Desember 2022), disebutkan BPN telah menerbitkan: 383 bidang Hak Milik (SHM), 6 bidang Hak Pakai (HP)
1 bidang Hak Guna Bangunan (HGB), 152 Peta Bidang Tanah (PBT).
Penerbitan dilakukan tanpa membuka data overlay (peta tumpang tindih), yang seharusnya menjadi acuan penting untuk mencegah konflik lahan.
Padahal permintaan pembukaan overlay telah diajukan resmi oleh warga melalui Lembaga Bantuan Hukum RAKHA sejak 2021.
Situasi ini makin janggal karena Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN RI telah mengeluarkan Surat Instruksi Nomor: SK.04.03/396-800.38/III/2024 pada 27 Maret 2024, yang mewajibkan: Penelitian fisik, yuridis, dan administrasi objek tanah. Koordinasi dengan Forkopimda, Pelaporan hasil ke Menteri ATR/BPN.
Namun hingga pertengahan Juli 2025, tidak ada tindak lanjut dari BPN Singkawang maupun Kanwil BPN Kalbar, memunculkan dugaan kuat praktik mafia tanah yang berjalan secara sistematis.
LBH RAKHA mencatat sejumlah indikasi pelanggaran, antara lain:
SHM ditemukan terbit sebelum wilayah masuk ke Kota Singkawang (sebelum 2018);
Ketiadaan penjelasan dari pihak Kelurahan Sedau terkait dasar penerbitan SHM baru, Tetap dijalankannya proyek pembebasan lahan untuk bandara meskipun diprotes sejak 2022–2023;
Instruksi Dirjen BPN yang tidak dijalankan.
Bagus Firsawan, S.E., kuasa warga, menegaskan bahwa pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi, termasuk Surat ke BPN Singkawang (20 Januari 2025), Permintaan pembukaan overlay dan transparansi data SHM.
Pengaduan ke Gubernur Kalbar
Laporan ke Bupati Bengkayang (7 Juli 2025), Persiapan pelaporan ke Komnas HAM, Ombudsman RI, DPR RI, hingga Presiden.
“Kami sudah jalani semua prosedur hukum, tapi BPN malah tutup mata. Ini bukan lagi kelalaian administratif, ini pelanggaran hukum,” tegas Bagus.
Roby Sanjaya, S.H., Ketua LBH RAKHA, dalam keterangannya pada awak media menyatakan akan membawa kasus ini ke Satgas Anti Mafia Tanah dan Komisi II DPR RI jika tidak ada langkah tegas dalam waktu dekat. Sabtu (19/7/2025).
Pihak warga dan LBH RAKHA menyampaikan empat tuntutan utama, Transparansi dan pembukaan data overlay oleh BPN Singkawang, Pelaksanaan instruksi Dirjen ATR/BPN secara menyeluruh, dan Penghentian sementara semua proses sertifikasi baru di eks Tanjung Gundul ,Evaluasi dan tindakan hukum terhadap oknum BPN yang menerbitkan sertifikat tanpa prosedur
“Jika mediasi dengan Gubernur Kalbar gagal, kami akan menggerakkan aksi nasional. Negara tidak boleh kalah dengan mafia tanah,” pungkas Bagus. (JN//98).