SNU|Kabupaten Garut – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
memperkirakan bahwa kerugian negara akibat dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif DPRD Kabupaten Garut, kerap ditemukan dan tidak tanggung – tanggung kerugian keuangan negara dapat mencapai Ratusan Milyar Rupiah.
Sementara Jaksa Tindak Pidana Khusus (Japinsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Cik Muhamad Syahrul, mengungkapkan bahwa kerugian dugaan Bantuan Operasional Pimpinan (BOP) Dan Reses DPRD Garut mencapai Rp.180 Milyar.
“Kalau tindak Korupsi yang dilakukan anggota DPRD Garut ini modusnya mengurangi kualitas pekerjaan. Korupsi yang dilakukan anggota dewan periode tahun 2014 sampai 2019 dan hal itu sedang diselidiki, tapi tiba-tiba ada SP3, padahal mereka melakukan korupsi dengan dasar kualitas pekerjaan tidak sesuai sekitar tahun 2019 ada potensi kerugian Negara dari BOP sebesar Rp 40 Milyar dan Pokok Pikiran (Pokir) Rp 140 Milyar,” sebut Cik Muhamad, saat memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Garut,
Sebelum memberikan kesaksian dimuka persidangan, Cik Muhamad pun disumpah terlebih dahulu agar bisa mempertanggung jawabkan kesaksiannya.
Begitu pula yang disampaikan oleh Ketua Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK), Bakti Safaat, menyebutkan, pekan depan akan segera diajukan permohoan Praperadilan terhadap kasus yang dihentikan oleh Kejaksaan Negeri Garut meskipun menurut penyidiknya ada kerugian hingga Rp.180 Milyar.
“Pekan depan kami akan daftarkan ke Pengadilan Negeri Garut Permohonan Praperadilannya, kebetulan tim kuasa hukum kami telah rampung menyusun draf permohonannya. Sebetulnya tidak ada alasan hukum yang relevan, Kejari Garut menghentikan kasus dugaan korupsi yang nyata-nyata penyidiknya sendiri menyebutkan ada potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp. 180 Milyar,” sebut Bakti saat dihubungi melalui sambungan seluler, Rabu, (25/12/2024).
Menurutnya, penegakan hukum di Kabupaten Garut sedang mengalami degradasi, sebagus apapun aturan dibuat namun kalau pelaksananya dalam hal ini para penegak hukumnya tidak mau menjalankannya, maka ya seperti ini, contohnya saja dilembaga Kejaksaan Negeri Garut.
“Sebagus-bagusnya aturan dibuat, kalau pelaksanaannya kurang memiliki moralitas atau rasa tanggungjawab, susah juga. Bahaya hukum kalau berada ditangan yang tidak menjunjung tinggi keadilan dan kepastian hukum, hanya klise saja. Contohnya Lembaga Kejaksaan Negeri Garut dimana Jaksa penyidiknya meyebut ada potensi kerugian keuangan negara mencapai Rp. 180 Milyar dari kasus Reses dan BOP DPRD tetapi pimpinannya malah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan alasan tidak ditemukan bukti, kan itu aneh,” tanya Bakti. (***)