SNU//Ketapang Kalbar – Ketua Umum Persatuan Wartawan Kalbar(PWK) Desak pihak penegak hukum agar segera mengusut tindak kriminal intimidasi terhadap jurnalis serta adanya dugaan kekerasan terhadap Anak.
Perihal tersebut disampaikan Verry Liem, Ketum PWK melalui rilis tertulis kepada sejumlah redaksi media.
Menurut Verry bahwa di balik intimidasi yang disertai kekerasan terhadap 2 wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar. Juga diduga ada kekerasan terhadap anak.
“Bagaimana tidak? Karena menurut keterangan korban R, bahwa saat mereka hendak meliput ada 4 orang anak yang turut serta, mereka R dan S bersama anak dan istrinya ketika itu. Ketika mereka di hadang puluhan masa anak-anak mereka jadi ketakutan dan menangis histeris, kemudian ketika R dan S dibawa ke Polsek, anak istri mereka tinggal di mobil. Mereka di sekap dari jam 1 hingga jam 5,” tutur Verry Minggu(29/06/2025).
Verry menyayangkan perilaku para pelaku yang mengabaikan psikologis anak, yang mana akan menimbulkan traumatis pada anak-anak yang masih dibawah umur.
” Mestinya mereka melihat kalau di dalam mobil itu ada anak kecil, jika menurut yang tertuang dalam surat pernyataan bahwa korban ada melakukan sugaan pemerasan harusnya mereka buat laporan ke Polisi, bukan menyekap dan membuat pernyataan. Dan dalam pernyataan itu menyinggung semua wartawan di tanah air, jika yang bersalah adalah oknum jangan membawa profesi secara umum, “lanjut Verry.
Selain itu, Verry juga menyayangkan sikap oknum APH yang tidak profesional, terkesan ikut melakukan intimidasi, hal tersebut jadi pertanyaan dan asumsi negatif.
” Surat itu diketik oleh anggota Polsek, dan menurut keterangan korban dibacakan oleh Kapolsek, harusnya Kapolsek memahami kalimat yang tertuang, kenapa melibatkan keseluruhan wartawan, dan kenapa wartawan dilarang meliput di wilayah Sungai Ayak…? Apakah takut masalah PETI mencuat ke Publik? Jika tidak ada sesuatu yang dirahasiakan kenapa harus dilarang, bukankah wartawan menjalakan tugas sesuai amanat Undang-undang, yang dilindungi kebebasannya, ” ujar Verry.
Sementara, Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Dr. Herman Hofi saat di hubungi menyampaikan, peristiwa yang terjadi di Sungai Ayak adalah perbuatan Pidana yang bukan Delik Aduan. Ia menilai kalau persoalan ini bukan ancaman secara personil terhadap 2 orang wartawan, akan tetapi ini ancaman pada demokrasi.
“Oleh sebab itu APH harus segera bertindak, aparat harus menunjukkan komitmen dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu.Intimidasi terhadap wartwan adalah ancaman nyata terhadap demokrasi, dan dapat dipastikan perbuatan melawan hukum akan terus terjadi, pada akhirnya masyarakat akan menjadi korban,”tutur Dr Herman Hofi melalui pesan WhatsApp. Minggu(29/06).
Lanjut Dr. Herman memaparkan, Keterlambatan pihak kepolisian dalam menangani kasus ini dapat memicu kecurigaan publik kalau ada oknum APH dibalik aksi sekelompok orang yang menghalangi wartwan.
“Kasus intimidasi terhadap wartwan yang dilarang masuk dan meliput suatu peristiwa disuatu daerah disertai pelarangan pemberitaan yang bernuansa negatif bukanlah delik aduan. Jadi kepolisian wajib bertindak proaktif,” paparnya.
Dr. Herman Hofi menegaskan, jurnalistik telah di atur dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang pers. Perbuatan menghalangi wartawan apalagi melakulan intimidasi maka orang yang bersangkutan berpotensi melanggar Pasal 19 UU 45 tentang kebebasan berekspresi, jika dilakulan oleh orang yang punyai posisi di pemerintahan termasuk di desa atau kecamatan maka dapat diancam dengan pasal 421 KHUP.
“Tindakan secara nyata mengintimidasi wartawan dan melarang wartawan melaksanakan tugas jurnalistik harus segera ditindak karena unsur pidana nya sudah terpenuhi:
1. Intimidasi ancaman verbal mencegah wartwan melaksanakan tugas jurnalistik. Hal melanggar pasal 18 UU pers dan Pasal 335 KUHP
2. Menyatakan pelarangan masuk dan peliputan hal yang negatif, hal ini bentuk penyensoran dan menghalangi tugas jurnalistik telah melanggar pasal 4 dan pasal 18 UU Pers.
3. Tindakan terkoordinasi dilakukan sekelompok orang sebagai tindakan bersama sama (pasal 55 KUPH) yang memperberat ancaman pidana, ” Tegas Pri yang juga Dosen Hukum di UPB Pontianak.
Menurut Dr. Herman, Pihak kepolisian memiliki dasar hukum yang cukup untuk melakulan penahanan terhadap pelaku yang mengintimidasi wartwan dan melarang mereka masuk ke daerah itu dan melarang memberitakan hal yang negatif yang terjadi di daerah tersebut.
“Berdasarkan UU Pers No.4p Thn 1999, KUHP dan KUHAP sudah lebih dari cukup bagi kepolisian untuk melakuan penindakan, “tutupnya.
Kapolres Sekadau, AKBP Donny Molino Manoppo dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp hingga berita ini di pulis belum ada jawaban. (Jono/98)