SNU|Pontianak Kalimantan Barat – Dugaan aktivitas ilegal dan tindakan intimidatif terhadap awak media terjadi di sebuah gudang tertutup yang diduga sebagai tempat pengolahan dan pembuatan briket arang di Jalan Kebangkitan Nasional, Kelurahan Siantan Hilir, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Rabu (28/5)
Peristiwa ini bermula dari laporan masyarakat kepada redaksi media pada 27 Mei 2025 terkait aktivitas mencurigakan di lokasi tersebut.
Tim awak media kemudian melakukan peliputan langsung pada Rabu siang, 28 Mei 2025, guna mengklarifikasi dan mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut sesuai dengan prosedur kerja jurnalistik dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Saat tiba di lokasi, pintu gudang dibuka oleh seorang pria yang mengaku bernama Agung, pekerja di tempat tersebut.
Akhirnya Awak media kemudian menanyakan keberadaan pemilik gudang yang disebut bernama Sulis, namun dijawab bahwa yang bersangkutan sedang tidak berada di tempat.
Beberapa menit setelahnya, muncul seorang pria lain yang juga diduga karyawan. Ia sempat mengatakan
“tunggu aja, masuk saja pak,” orang tersebut sambil merekam awak media secara diam-diam menggunakan ponsel tanpa persetujuan.
Ia juga terlihat keluar-masuk area gudang dan melakukan percakapan telepon dengan seseorang di luar lokasi.
Merasa gelagat tidak bersahabat dan adanya dugaan tindakan intimidatif, awak media memutuskan untuk keluar dari area tersebut.
Namun, karyawan tersebut terus mengikuti dan berusaha memaksa wartawan kembali masuk ke dalam gudang. Awak media menolak dan menyampaikan bahwa niat awal hanyalah untuk membeli arang secara biasa.
Insiden ini menimbulkan dugaan kuat bahwa aktivitas di gudang tersebut tidak transparan, berpotensi melanggar hukum, dan tidak mengantongi izin resmi dari instansi berwenang seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) maupun Satpol PP Kota Pontianak.
Pengambilan video dan foto secara diam-diam terhadap wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik adalah bentuk dugaan intimidasi yang tidak dapat dibenarkan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, jurnalis dilindungi dalam menjalankan tugas profesinya dan berhak mendapatkan akses serta keamanan saat melakukan peliputan.
Tindakan merekam secara diam-diam dan membuntuti wartawan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan bahkan mengarah pada tindak pidana, apabila disertai niat intimidatif atau menghalang-halangi tugas pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalis dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.”
Selain itu, jika terbukti bahwa usaha pengolahan arang briket ini tidak memiliki izin resmi, maka pelaku usaha bisa dikenakan berbagai sanksi hukum, antara lain:
Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dengan ancaman denda dan/atau kurungan.
Penutupan sementara atau permanen terhadap aktivitas usaha.
Pembongkaran bangunan atau fasilitas produksi ilegal.
Sanksi pidana tambahan bila ditemukan pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen, atau aturan perizinan usaha lainnya.
Kami menyerukan kepada Pemerintah Kota Pontianak, DLH, Satpol PP, dan aparat kepolisian setempat untuk:
1. Melakukan penyelidikan terhadap dugaan usaha pengolahan arang briket tanpa izin di lokasi tersebut.
2. Memanggil dan memeriksa pemilik usaha atas dugaan pelanggaran hukum dan perizinan.
3. Mengusut dugaan intimidasi terhadap awak media, dan memberikan perlindungan hukum terhadap kerja jurnalistik yang sah.
4. Melakukan audit lingkungan terhadap dampak dari aktivitas pembakaran dan pengolahan arang di permukiman padat penduduk tersebut.
Pers dan jurnalis adalah pilar keempat demokrasi. Setiap bentuk intimidasi, penghalangan tugas peliputan, atau pelanggaran terhadap kebebasan pers adalah pelanggaran terhadap demokrasi dan hukum. Kami menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak boleh dibiarkan dan harus mendapat perhatian serius dari seluruh elemen penegakan hukum dan perlindungan kebebasan berpendapat. (Jono//98