SNU//CIMAHI – Mengenang Tragedi TPA Leuwigajah Tahun 2005, Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi bersama Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) dan Korps Sukarelawan (KSR) PMI Unjani melaksanakan kegiatan penanaman 1.000 pohon bambu di kawasan RW 10, Kelurahan Leuwigajah, Cireundeu.
Program kolaboratif ini menjadi langkah nyata Pemkot Cimahi untuk memulihkan lahan pasca-tragedi longsor Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah tahun 2005, sekaligus membangun kawasan konservasi bambu sebagai simbol rekonsiliasi dengan alam dan ketahanan lingkungan.
Jenis tanaman bambu dipilih karena memiliki kemampuan ekologis yang tinggi. Bambu mampu menahan longsor, menyerap air hingga 90%, memperbaiki struktur tanah, dan menyediakan habitat bagi keanekaragaman hayati.
Wali Kota Cimahi Ngatiyana mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap kelestarian lingkungan sekaligus mengenang peristiwa memilukan di masa lalu.
“Kita tanam bambu agar tanah ini semakin kuat dan tidak terjadi longsor lagi,” ujar Ngatiyana.
Gerakan ini berlangsung di lahan milik Pemerintah Kota Cimahi seluas 11 hektar dan selesai dalam dua hari.
Kegiatan ini melibatkan Pemkot Cimahi, KSR PMI Unjani, warga Cireundeu, serta Yayasan Peduli Lingkungan Hidup Cimahi.
“Ini berkat kerja sama antara Pemerintah Kota Cimahi dengan Universitas Jenderal Ahmad Yani dan anak-anak PMI Unjani, dibantu masyarakat Cireundeu untuk menanam pohon bambu,” tambah Wali Kota.
Selain di Cireundeu, Pemkot Cimahi juga telah melakukan kegiatan serupa di kawasan Kehati dan Cimenteng, sebagai bagian dari gerakan penghijauan berkelanjutan.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap para korban tragedi longsor TPA Leuwigajah yang menewaskan lebih dari 150 jiwa, Pemkot Cimahi berencana membangun monumen peringatan di lokasi tersebut.
“Semua pihak, termasuk ahli waris korban, forum RW, dan warga adat Cireundeu, menyetujui pembangunan monumen untuk mengenang para korban tragedi itu,” kata Ngatiyana.
Dengan penanaman bambu dan pembangunan monumen, Cimahi berharap kawasan eks TPA Leuwigajah dapat menjadi taman kota ekologis, ruang edukasi lingkungan, serta simbol kolaborasi lintas generasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Langkah ini diharapkan menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam upaya pemulihan lahan kritis dan mitigasi bencana berbasis partisipasi masyarakat. (Bagdja)