SNU|Kubu Raya, Kalbar – Pemerintahan Kabupaten Kubu Raya kembali diterpa ujian serius. Setelah sebelumnya Bupati terpilih Sujiwo dikenal publik karena pernyataannya, yang lantang menolak segala bentuk intimidasi terhadap kepala desa oleh oknum wartawan dan LSM. Kini giliran aparat desa di bawah pemerintahannya yang menjadi sorotan.Selasa, (22/4/2025).
Seorang oknum Kepala Desa di Kecamatan Kubu, tepatnya di Desa Kubu, diduga terlibat dalam penjualan lahan mangrove di Dusun Tokaya.
Lahan tersebut disinyalir termasuk dalam kawasan hutan lindung, dan penjualannya memicu polemik yang berujung pada viralnya kasus ini di media sosial.
Bupati Sujiwo pun angkat bicara. Ia membenarkan adanya transaksi tersebut dan menyebut bahwa lahan yang dijual itu kini tengah dalam proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum.
Namun, Sujiwo menegaskan bahwa lahan tersebut ternyata tidak masuk dalam kawasan hutan lindung, merujuk pada klarifikasi dari instansi teknis.
“Penjualan itu sudah kami batalkan, kemudian uangnya juga kami kembalikan ke pihak yang menyerahkan,” ujar Sujiwo.
Sujiwo juga menyebut, pihaknya tidak akan menghalangi proses penyelidikan dan berharap penegak hukum dapat mempertimbangkan aspek pembinaan dalam menyikapi kasus ini.
Menurut keterangan yang disampaikan, penjualan lahan itu diklaim, dilakukan untuk mendukung Pendapatan Asli Desa (PAD). Namun Sujiwo menegaskan, jika transaksi itu mengatasnamakan PAD,
“Maka seluruh hasilnya tanpa potongan sepeser pun, harus masuk ke kas desa dan tidak boleh dimanfaatkan oleh individu, termasuk kepala desa itu sendiri,” ucapnya.
“Kalau misalnya yang dijual itu 400 hektare dengan harga Rp 3 juta per hektare, berarti totalnya Rp 1,2 miliar. Maka jumlah itu harus utuh untuk desa, bukan diambil oleh siapapun,” tegas Sujiwo.
Kasus ini menjadi tamparan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Di satu sisi, pernyataan Sujiwo tentang perlindungan terhadap perangkat desa dari intimidasi masih terngiang.
Namun di sisi lain, kejadian ini memperlihatkan bahwa integritas juga harus ditegakkan secara konsisten di internal pemerintahan, bukan hanya terhadap pihak luar.
Peristiwa ini pun memicu pertanyaan besar tentang sejauh mana sistem pengawasan internal dijalankan, serta seberapa kuat komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas di pemerintahan desa. (JN//98)