SNU|Subang,- Air minum dalam kemasan (AMDK) kembali menjadi sorotan setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), melakukan inspeksi mendadak ke salah satu pabrik Aqua di Subang. Dalam sidak tersebut, Dedi mengungkap bahwa sumber air yang digunakan bukan berasal dari mata air pegunungan seperti yang diklaim di label produk, melainkan dari sumur bor, Kamis(23/10/2025).
“Masyarakat membeli karena percaya ini air pegunungan. Tapi setelah kami lihat langsung, ternyata airnya diambil dari sumur bor. Ini bukan soal teknis, ini soal kejujuran,” tegas Dedi Mulyadi saat diwawancarai usai sidak.
Klaim “air pegunungan” telah lama menjadi daya tarik utama Aqua. Namun, menurut pakar hidrogeologi dari ITB, Prof. Lambok M. Hutasoit, istilah tersebut sering disalahartikan. Ia menjelaskan bahwa air yang disebut “pegunungan” sebenarnya berasal dari akuifer bawah tanah yang terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah di wilayah pegunungan.
“Itu bukan mata air permukaan. Airnya diambil dari dalam tanah, melalui sumur bor yang menembus akuifer,” jelas Prof. Lambok.
Selain isu klaim sumber air, bahaya dari air minum botol plastik juga semakin mengemuka. Penelitian menunjukkan bahwa air dalam kemasan plastik mengandung partikel mikroplastik berukuran 1–5000 mikrometer yang dapat masuk ke tubuh manusia. Tak hanya itu, bahan kimia dari plastik seperti BPA dan ftalat berpotensi mengganggu sistem hormon dan meningkatkan risiko penyakit kronis.
“Kita harus mulai berpikir ulang soal konsumsi air kemasan. Selain sumbernya tidak transparan, kemasannya pun berisiko bagi kesehatan,” ujar Dedi.
Dedi Mulyadi menyerukan agar produsen AMDK lebih jujur dalam menyampaikan informasi kepada publik. Ia juga meminta pemerintah pusat dan daerah memperketat regulasi label dan pengawasan terhadap industri air minum.
“Ini bukan hanya soal bisnis, ini soal kepercayaan publik. Kalau kita biarkan, masyarakat terus-menerus dikaburkan oleh iklan,” pungkasnya.