SNU//Tasikmalaya – Inspektur Jenderal Kementrian Kebudayaan menggelar sosialisasi pengelolaan bantuan pemerintah, dalam rangka pencegahan korupsi, dengan melibatkan dua pemerintah kota dan Kabupaten yang berlangsung di salah satu hotel di Kota Tasikmalaya, Jumat(12/9/2025)
Kegiatan sosialisasi di hadiri Wakil Bupati Tasikmalaya, Wakil Walikota Tasikmalaya, Para Irjen Kementrian, Dinas terkait, para budayawan dan Elemen masyarakat kota dan Kabupaten Tasikmalaya.
Salah seorang peserta Faguron Jalak Banten Acep Sutisna saat ditemui di sela-sela kegiatannya menyampaikan, bahwa kegiatan ini terdengar positif.
“Namun perlu di kupas lebih dalam dan dalam arti sosialisasi pencegahan korupsi jika sumber utamanya justru masih bercokol di pusat kekuasaan, “ungkapnya
Acep juga menjelaskan, “Apakah mungkin rakyat kecil akan berhenti mencuri receh ? sementara pejabat besar terus menjarah miliaran dan apakah mungkin budayawan bisa menolak amplop jika kementerian yang mengajaknya bicara justru doyan main proyek, ” Jelas Dia.
Menurut nya, Kita harus jujur menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat dan hanyalah permukaan dan akar masalahnya justru berada di kementerian itu sendiri.
“Kalau kementerian tidak berhenti memberi contoh buruk, maka korupsi akan mengalir turun dengan menetes dari atas, lalu meresap ke kota, kabupaten, hingga akhirnya ke panggung seni dan kebudayaan, ” katanya.
“Yah Korupsi itu seperti air kotor yang menetes dari atap bocor semakin lama dibiarkan, semakin basah lantai di bawahnya,” tambahnya.
Bahkan dalam penyampaian Wakil Wali Kota Tasikmalaya Diky Candra menegaskan, bahwa korupsi bukan budaya kita dan itu benar sekali.
“Tapi mari kita bayangkan sebuah ironis dan apa yang terjadi jika korupsi benar-benar diperlakukan sebagai budaya, maka kita jangan kaget kalau suatu hari koruptor akan dipuja layaknya budayawan,” tandas Diky.
Terang dia, mereka akan disanjung dalam festival, diberi panggung dalam seminar dan mungkin diarak dalam karnaval kebudayaan dan itu bisa jadi, dalam absurditas,
“Itu, mencuri uang rakyat dianggap sebagai kreativitas dan manipulasi anggaran disebut sebagai inovasi.” terangnya
“Sehingga korupsi ini sangat mengerikan dan apakah kita rela anak cucu kita belajar bahwa budaya bangsa adalah budaya amplop, suap, dan proyek siluman,”ungkapnya
Jika ya, lanjut Diky, “Maka kita tidak sedang membangun bangsa. Kita sedang meruntuhkannya dengan cara yang halus yang penuh senyum, penuh seremoni, tetapi berujung pada kehancuran,” kata Diky kembali.
Lebih lanjut Diky juga menjelaskan, “Tentunya saya mengapresiasi kegiatan kementerian dengan digelarnya sosialisasi, Karena Sosialisasi langkah awal. Tetapi apresiasi tidak berarti kritik harus dibungkam dan apresiasi tanpa kritik hanyalah pujian kosong, ” ucapnya.
Begitu pula yang diterangkan oleh Acep, bahwa sosialisasi untuk pencegahan korupsi hanyalah hiasan, jika tidak dibarengi dengan teladan dan apa gunanya spanduk, seminar, dan seremonial?
“Jika pejabat di atas masih main mata dengan proyek dan apa gunanya pidato anti-korupsi jika rekening gendut pejabat masih tumbuh subur dari hasil korupsi, “paparnya.
“Jika kalau pejabat berhenti korupsi, rakyat akan ikut berhenti. Kalau pejabat terus mencuri, rakyat pun akan menganggap mencuri itu sah. Maka, korupsi akan menetes dari atas ke bawah, seperti racun yang meresap ke akar pohon, lalu menjalar ke batang, ranting, hingga buahnya,” ungkap Acep.
“Ya bayangkan para koruptor itu akan menulis puisi tentang pembangunan, dengan membuat lukisan tentang Kemajuan, dan menari di panggung megah yang dibangun dari uang hasil rampokan dan mereka akan dielu-elukan sebagai pahlawan baru, padahal yang mereka tinggalkan hanyalah reruntuhan moral dan kehancuran peradaban, “pungkasnya (Krist)