BeritaRagam Daerah

Memperkuat Benteng Kesiapsiagaan: Garut Tuan Rumah Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami Satu Dekade BMKG​GARUT, Tarogong Kaler

585
Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, menegaskan bahwa SLG adalah langkah krusial untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat. Garut, yang dikelilingi potensi gempa tektonik dan vulkanologi yang signifikan, tidak boleh lengah.

SNU//​Garut – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) secara resmi memulai program penguatan mitigasi bencana di Kabupaten Garut yang memiliki potensi kegempaan dan tsunami tinggi. 

Acara pembukaan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) dan Tsunami digelar meriah di Aula Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, sekaligus menandai perayaan satu dekade (10 tahun) program SLG di Jawa Barat. Kamis (2/10/2025).

​Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, dalam sambutannya menegaskan bahwa SLG adalah langkah krusial untuk membangkitkan kesadaran dan kepedulian masyarakat. Garut, yang dikelilingi potensi gempa tektonik dan vulkanologi yang signifikan, tidak boleh lengah.

Momen pembukaan kegiatan Sekolah Lapang Gempabumi (SLG) & Tsunami yang diselenggarakan oleh BMKG di Aula Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kaler, sebagai upaya penguatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di Kabupaten Garut. Kamis (2/10/2025),

​”Ketidaktahuan atau sikap abai masyarakat dapat menimbulkan dampak bencana yang jauh lebih besar. Ini adalah upaya mitigasi, jadi masyarakat diajak oleh kita untuk aware, peduli,” ujar Bupati.

​Pemerintah Kabupaten Garut, lanjutnya, berkomitmen untuk menyiapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) kondisi darurat di setiap kegiatan. Hal ini dilakukan demi membiasakan diri waspada, sehingga masyarakat tahu persis apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana.

​Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung, Teguh Rahayu, menjelaskan bahwa pemilihan Garut sebagai lokasi SLG tahun ini istimewa karena bertepatan dengan perayaan satu dekade program tersebut di Jawa Barat yang telah berlangsung sejak 2015.

​Kegiatan ini mengusung tema penuh makna, “10 Tahun SLG 10 Tahun Ngawangun Kasiapsiagaan Pikeun Salamet Tina Musibah Gempa Bumi Jeung Tsunami di Wewengkon Jawa Barat”, yang menekankan konsistensi BMKG dalam membina kesiapsiagaan masyarakat Jawa Barat dari ancaman gempa bumi dan tsunami. SLG kali ini melibatkan 55 peserta dari berbagai unsur masyarakat dan pemangku kepentingan, menjadi ujung tombak penyebaran informasi mitigasi.

​Anggota Komisi V DPR RI, Ade Ginanjar, memberikan apresiasi tinggi atas konsistensi BMKG. Ia menekankan bahwa Garut memiliki risiko tinggi terhadap bencana, dan SLG adalah bentuk nyata peningkatan kapasitas edukasi masyarakat.

​Ade mengingatkan kembali dua peristiwa pilu: gempa Kertasari, Kabupaten Bandung (18 September 2024) yang getarannya kuat terasa di Garut, dan tsunami Pangandaran 2006 yang menelan ratusan korban jiwa, termasuk di pesisir Garut selatan.

​”Peristiwa ini adalah pelajaran pahit sekaligus peringatan bahwa kesiapsiagaan tidak bisa ditunda,” tegasnya. Ia menambahkan, gempa minor seperti magnitudo 4,9 di Bekasi (20 Agustus 2025) adalah bukti bahwa gempa bisa terjadi kapan saja dan kesiapsiagaan harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat.

​Keunggulan Sistem Peringatan Dini Lokal

​Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, memperkuat pernyataan kerawanan Garut. Namun, ia juga membawa kabar baik mengenai perkembangan sistem peringatan dini BMKG.

​”Untuk gempa yang kemarin (terjadi saat kunjungan), kita berhasil mendeteksi 6 detik sebelum getarannya sampai di Garut,” ungkap Nelly, menyoroti peningkatan kecepatan dan akurasi sistem peringatan dini.

​Nelly juga berbagi pengalaman dari kunjungan ke SMPN 2 Tarogong Kaler, di mana simulasi kebencanaan disambut antusias oleh guru dan siswa. Ia menekankan bahwa anak-anak adalah kelompok masyarakat paling rentan.

​”Kalau mereka tidak tahu harus ngapain padahal gempanya terjadi ketika mereka sedang belajar, nah itu yang jangan sampai kita tidak mempersiapkan mereka,” tutupnya, menegaskan pentingnya edukasi sejak dini.

​Kegiatan SLG ini diharapkan dapat melahirkan agen-agen perubahan di Garut yang siap siaga dan mampu menularkan budaya mitigasi kepada lingkungan sekitarnya, mengubah ancaman menjadi kesadaran kolektif. (Asan)

Exit mobile version