SNU//kab. Bandung – Parah!!! Itulah kata yang pantas dialamatkan kepada pemilik Nawasena Driving Range (NDR) yang berlokasi di area si Jalak Hatupat Kabupaten Bandung. Pasalnya pada peresmian NDR Kamis (7/8/2025), menuai melarang wartawan melakukan liputan sehingga mendapatkan sorotan tajam sejumlah pihak.
Peresmian yang tertutup itu memantik pertanyaan publik khususnya sejumlah jurnalis yang hadir untuk melakukan peliputan mengaku dilarang masuk oleh panitia maupun petugas keamanan (security), meskipun telah menunjukkan identitas resmi sebagai wartawan.
“Kami datang lengkap dengan peralatan dan identitas pers, tapi tetap tidak diizinkan masuk. Ini sangat kami sesalkan,” ujar Junaidi, salah seorang jurnalis lokal.
Yang menarik, acara tersebut bahkan tercantum secara resmi dalam rundown kegiatan Bupati Bandung, Dr. HM Dadang Supriatna, S.Ip., M.Si., sebagai bagian dari agenda kepala daerah. Namun, peliputan media justru dibatasi.
Padahal, lahan yang digunakan adalah aset pemerintah daerah, dan menurut sejumlah kalangan, seharusnya kegiatan yang berlangsung di atas tanah negara bersifat terbuka dan transparan, terutama bagi media yang berperan menyampaikan informasi kepada publik.
Kondisi ini menjadi semakin sensitif karena peresmian tersebut berlangsung bertepatan di bulan ulang tahun ke-54 Bupati Dadang Supriatna. Beberapa pihak bahkan menyebut acara ini sebagai bentuk “kado istimewa” yang ditutup dari pantauan publik.
Penolakan terhadap kehadiran media di acara yang memanfaatkan aset publik ini memunculkan berbagai tanda tanya besar:
* Ada kepentingan apa di balik acara ini?
* Mengapa media dilarang meliput kegiatan resmi di atas tanah negara?
* Apakah prinsip keterbukaan informasi publik sedang diabaikan?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak penyelenggara maupun Pemerintah Kabupaten Bandung terkait alasan pelarangan media dalam acara peresmian Nawasena Driving Range tersebut.
Isu ini menjadi refleksi penting bahwa dalam negara demokrasi, penggunaan aset publik termasuk ruang olahraga milik pemerintah harus bisa diawasi, dipantau, dan diberitakan secara terbuka demi menjamin akuntabilitas. (Apih)