Sekcam Soreang Memet Slamet : Masyarakat Sekitar Pesantren Resah
SNU|Kab. Bandung – Nasib Pondok Pesantren milik RR, pelaku pelecehan seksual terhadap delapan santriwati, kini sepi.
Massa yang tidak puas perbuatan negatif sang Pimpinan Ponpes, akhirnya merusak fasilitas Ponpes. Pagar serta sejumlah fasilitas lainnya menjadi sasaran amukan massa.
Hal itu terjadi sejak aparat kepolisian. Melakukan penahanan di Mapolresta Bandung, terhadap RR, pelakunya pelecehan tersebut, pada Jumat (16/5/2026).
Hal itu diungkapkan Sekretaris Camat, (Sekcam) Soreang Memet Slamet, saat dihubungi via telepon selularnya, Sabtu, (17/5/2026). malam.
Ini akibat adanya keresahan warga, sehingga mereka mengamuk dan sejumlah fasilat pesantren dirusaknya.
“Kami usai mengikuti perkembangan dilapangan bersama pak Camat, Kapolsek, Danramil dan Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Bandung, berkumpul di kantor kecamatan. Bahkan pak Bupati Bandung pun hadir di kantor kecamatan, untuk mencari tahu perkembangan kasus pelecehan ini,”papar Memet Slamet kepada SNU.
Jajaran Muspika kecamatan Soreang terus melakukan upaya terbaik agar massa tidak melakukan perusakan terhadap fasilitasainnya milik Ponpes tersebut.
“Ya emang massa marah terhadap pelaku yang tidak dapat ditemuinya sehingga fasilitas Ponpes jadi sasaran,”tambahnya.
Ditegaskan Mamet, pondok pesantren tempat kejadian pun diketahui tidak memiliki izin resmi dari Kementerian Agama.
“Kalau berdasarkan keterangan Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kabupaten Bandung, Agus Salman, menyatakan bahwa lembaga tersebut tidak terdaftar secara legal.
“Itu bukan pesantren resmi, hanya mengaku-ngaku saja. Kami tidak pernah memberikan izin operasional pada tempat itu,” kata Mamet mengutip pernyataan Agus.
Ia menjelaskan bahwa Kemenag memiliki prosedur ketat untuk pemberian izin operasional pesantren.
Pesantren resmi harus melewati proses verifikasi dan validasi, serta akan mendapat pembinaan dan pengawasan rutin dari kementerian.
“Setiap pesantren resmi akan mendapat pembinaan dan pengawasan secara berkala,” tambahnya.
Agus mengakui bahwa kasus serupa sering ditemukan pada lembaga ilegal yang beroperasi tanpa izin.
Pimpinan Pondok Pesantren Santri Sinatria Qurani yang terletak di Jalan Gunung Aseupan, Desa Kramatmulya, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung itu adalah pelaku kasus pelecehan seksual.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung, Ade Irpan Al Anshory, menilai bahwa kasus ini tidak dapat dilihat sebagai tindakan individu semata, melainkan sebagai dampak dari lemahnya sistem pengawasan dan regulasi yang belum berjalan maksimal termasuk di pesantren.
Ade menegaskan bahwa pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama harus menjadi prioritas utama.
Ia mendorong Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung untuk lebih aktif melakukan pembinaan dan memastikan seluruh pesantren memiliki izin resmi serta memenuhi standar perlindungan anak.
“Kami mendorong Kemenag untuk meningkatkan pengawasan dan menjamin semua pesantren mengikuti regulasi yang berlaku,” kata Ade yang dikutip SNU dari Radar Bandung.
Berdasarkan pengawasan KPAD sepanjang 2024, ditemukan berbagai indikasi lemahnya pengawasan internal di sejumlah pesantren di Kabupaten Bandung.
Hal ini menjadi bukti bahwa regulasi seperti Pedoman Pesantren Ramah Anak dan Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait kekerasan seksual belum diimplementasikan secara efektif di lapangan.
“Selama ini regulasi sudah ada, tapi penerapannya masih sangat lemah,” ujar Ade.
Untuk memperkuat perlindungan anak, KPAD Kabupaten Bandung telah membentuk jaringan relawan di setiap kecamatan.
Relawan ini bertugas mendampingi korban kekerasan serta memfasilitasi pelaporan agar anak-anak merasa aman untuk berbicara.
“Dengan adanya relawan ini, kami berharap anak-anak tidak takut melapor dan bisa segera mendapatkan perlindungan,” tambahnya.
Kasus pelecehan ini melibatkan tersangka berinisial RR, yang merupakan pimpinan pondok pesantren di Soreang.
Kasatreskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara, menyebutkan bahwa RR telah melakukan pelecehan seksual sejak 2023.
Dari delapan korban, tiga di antaranya mengalami pemerkosaan. Seluruh korban masih berusia antara 15 hingga 18 tahun.
“Tersangka ini sudah beraksi selama lebih dari setahun,” ujar Luthfi.
RR kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara. (Aph)