HukumKasus

Skandal Setoran PETI Sanggau: Oknum Wartawan Dicatut, DLHK Kalbar Janji Koordinasi Dengan Polda

148
Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum Dan Kebijakan Publik

SNU|Sanggau, Kalimantan Barat – 

Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang berlangsung secara masif di kawasan Semerangkai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan tajam. 

Fenomena ini tak hanya menyoroti kerusakan lingkungan yang makin mengkhawatirkan, tetapi juga menyeret nama-nama oknum yang mengaku sebagai insan pers dalam dugaan penerimaan setoran dari koordinator tambang ilegal.

Salah satu media online, mengungkap adanya dugaan aliran dana dari pihak koordinator PETI kepada sejumlah individu yang menggunakan atribut media. Sabtu, (18/4/2025),

Dua nama berinisial MH dan YS disebut-sebut sebagai aktor penting dalam struktur distribusi “setoran” kepada oknum yang mengatas namakan dirinya sebagai wartawan dari berbagai platform, baik televisi, media cetak harian, maupun media online.

Struktur ilegal ini diduga terbentuk secara sistematis, bahkan disebut memiliki pengurus tersendiri di setiap kabupaten. Fungsi mereka mengatur hubungan antara para pelaku tambang ilegal dengan pihak eksternal, termasuk oknum wartawan dan diduga pula menjangkau aparat.

Namun, hingga saat ini, belum terlihat langkah tegas dari aparat penegak hukum, baik di tingkat Polres Sanggau maupun Polda Kalbar. Padahal, publik terus mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara menyeluruh dan transparan tanpa pandang bulu.

Keterlibatan oknum yang mengatasnamakan diri sebagai wartawan dalam lingkaran PETI merupakan tamparan keras bagi integritas jurnalisme. Praktik semacam ini tidak hanya mencederai etika jurnalistik, namun juga menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap media sebagai institusi pengawal demokrasi.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas mengatur prinsip-prinsip kemerdekaan pers, tanggung jawab sosial, serta larangan terhadap praktik penyalahgunaan profesi. Tidak ada ruang bagi intimidasi, pemerasan, atau keterlibatan jurnalis dalam aktivitas ilegal.

PETI di wilayah aliran Sungai Kapuas menyebabkan degradasi lingkungan yang sangat serius. Limbah merkuri dan bahan berbahaya lainnya mencemari air sungai, membunuh biota perairan, serta meracuni sumber air masyarakat.

Secara hukum, aktivitas ini melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal itu, disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin resmi dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan dikenai denda paling banyak Rp 100 miliar.

Ketentuan ini berlaku tanpa kecuali, baik bagi pelaku langsung, pemodal, koordinator lapangan, hingga mereka yang turut serta dalam memfasilitasi keberlangsungan tambang ilegal.

Menanggapi persoalan ini, pakar hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyatakan bahwa perbincangan soal PETI adalah diskursus yang seolah tak pernah tuntas. Menurutnya, persoalan PETI mencakup berbagai dimensi—dari soal ekonomi rakyat kecil, masalah kerusakan lingkungan, dominasi para cukong tambang, hingga potensi penghasilan gelap bagi pihak-pihak yang memiliki otoritas.

“Persoalan PETI ini semakin kompleks karena banyak pihak yang diuntungkan. Tapi dampaknya sangat jelas: rusaknya lingkungan, terganggunya kesehatan masyarakat, dan ancaman bencana ekologis,” tegas Herman.

Ia juga menyoroti persoalan krisis air bersih akibat pencemaran berat di Sungai Kapuas. Menurutnya, hampir tidak ada lagi aliran sungai yang layak dikonsumsi masyarakat. Kandungan bahan kimia dan logam berat dari aktivitas PETI menjadikan air sungai beracun dan tidak bisa digunakan.

“Ini bukan hanya masalah pelanggaran hukum atau lingkungan. Ini sudah menjadi masalah kemanusiaan,” tambahnya.

Saat dikonfirmasi melalui telepon selular WhatsApp, pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kalbar menjawab singkat, “Akan berkoordinasi dengan pihak Polda Kalbar,” tulisnya.

Masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan elemen media yang masih memegang prinsip etika jurnalistik menyerukan penindakan tegas dari aparat penegak hukum. Mereka mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas PETI—baik pelaku tambang, pengatur setoran, maupun oknum media—diperiksa secara menyeluruh dan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Ketiadaan langkah konkret dari aparat dinilai sebagai bentuk pembiaran yang membahayakan tatanan hukum dan kepercayaan publik terhadap negara.

Jika dibiarkan, PETI di Semerangkai bukan hanya akan menjadi simbol kehancuran lingkungan, tetapi juga bukti kegagalan sistemik dalam penegakan hukum dan pengawasan terhadap etika profesi.

Sementara itu Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar Saat di konfirmasi Melalui Pesan Singkat WhatsApp Menjawab Akan berkordinasi degan Polda Kalbar ungkap Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar  Ir.H.Adi Yani.,M.H

Bersambung…..

            *Tembusan*:

1. Bapak Prsiden Prabowo 

2. Mentri Kehutanan dan Lingkungan

        Hidup RI

    3. Mentri                                 

         Pertambangan         

         Mineral  dan               

         Batubara RI

    4. Bapak Kapolri      

    5. Ditpropam Mabes 

        Polri 

    6. Ditkrimsu Mabes 

        Polri

    7.Tipikor Mabes Polri  

    8.  Kementrian 

         Diskominfo RI 

    9. Dewan Pers 
Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum Dan Kebijakan Publik (JN//98)

Exit mobile version