HukumRagam Daerah

Tambang Emas Ilegal Memakan Korban Jiwa di Singkawang, Pemerintah dan Penegak Hukum Harus Cepat Bertindak

155
Tragedi memilukan kembali terjadi akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang masih marak di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Korban jiwa saat dibersihkan dan dimandikan oleh masyarakat setempat

SNU//Singkawang, Kalimantan – Tragedi memilukan kembali terjadi akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang masih marak di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. 

Seorang pekerja tambang emas ilegal tewas tertimbun longsor setinggi 20 hingga 30 meter, di wilayah Air Mati, Desa Senggang Mayasopa, Kecamatan Singkawang Timur, pada Kamis, 5 Juni 2025 sekitar pukul 13.30 WIB.

Korban yang merupakan warga Senggang, Kelurahan Mayasopa, diduga tertimbun saat melakukan aktivitas di lokasi PETI milik seorang warga bernama Rustam.

Lokasi tambang emas ilegal yang memakan korban jiwa akibat longsor

Berdasarkan laporan tim investigasi awak media yang turun ke lokasi, tebing tanah di lokasi penambangan, longsor mendadak dan menelan korban yang tidak sempat menyelamatkan diri.

Tragedi ini menjadi bukti nyata betapa aktivitas tambang emas ilegal, tak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam nyawa pekerja dan masyarakat sekitar. 

Kejadian serupa kerap terjadi di wilayah Kalimantan Barat, menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang.

Aktivitas PETI jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan:  Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebut:

Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi (IUP, IPR, atau IUPK) diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan perusakan lingkungan akibat aktivitas ilegal.

KUHP Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia, yang dapat dikenakan terhadap pemilik PETI dan pihak-pihak yang terlibat.

Mengingat adanya korban jiwa, penegakan hukum atas aktivitas tambang ilegal ini, bukan lagi sekadar penertiban administratif. Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kepolisian maupun Kejaksaan, harus segera melakukan penyelidikan menyeluruh atas kepemilikan PETI dan perizinannya, 

Pemrosesan hukum bagi pemilik tambang dan pihak yang terbukti bertanggung jawab atas kelalaian dan aktivitas ilegal ini.

Penutupan dan penertiban lokasi tambang ilegal demi keselamatan dan perlindungan lingkungan.

Selain sanksi pidana, pemilik dan pelaku tambang ilegal harus bertanggung jawab penuh atas korban jiwa yang ditimbulkan. 

Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan restoratif dan kewajiban ganti rugi sesuai hukum yang berlaku.

“Kami mendesak agar aktivitas PETI ini dihentikan sepenuhnya dan para pelaku segera ditindak sesuai hukum. Jangan sampai tambang ilegal ini justru menjadi ‘ternak peliharaan’ oleh oknum pemangku kebijakan atau aparat yang mestinya melindungi rakyat dan lingkungan,” tegas salah satu warga setempat.

Aktivitas PETI tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan yang masif, tapi juga konflik horizontal di masyarakat dan korban jiwa yang terus berjatuhan. Pemerintah, APH, dan semua pihak harus menunjukkan komitmen nyata bahwa keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan lebih berharga daripada keuntungan segelintir orang. (JN//98)

Exit mobile version