SNU//Kabupaten Garut – Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah tercatat telah merealisasikan anggaran perjalanan dinas luar negeri (perjadin LN) hingga Rp17,4 miliar selama tahun 2023.
Anggaran ini sebagian besar digunakan untuk program English for Ulama (EFU). Namun, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan adanya penyimpangan serius dalam pelaksanaannya, mulai dari perjalanan tanpa izin resmi, pengelolaan uang muka yang tidak transparan, hingga realisasi yang melebihi anggaran yang tersedia.
Menurut Yosan Guntara, Penggiat Anti Korupsi Jawa Barat, kasus ini mencerminkan moral hazard dalam penggunaan anggaran publik, Minggu (20/7/2025)
“Kalau uang negara digunakan dengan cara seperti ini tanpa persetujuan, tanpa transparansi, bahkan negara tujuan pun tidak sesuai dokumen, ini bukan sekadar maladministrasi, tapi sudah masuk pada wilayah potensi tindak pidana korupsi,” tegas Yosan.
Yosan menjelaskan, dalam teori korupsi klasik, penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi (abuse of power for personal gain) merupakan unsur utama. Dalam temuan BPK, terdapat indikasi penggunaan uang perjalanan yang tidak sepenuhnya diserahkan kepada ulama peserta, serta pengalihan anggaran dari program lain tanpa prosedur resmi. Selain itu, empat pendamping perjalanan yang tidak mengikuti program inti EFU tetap mendapatkan pembiayaan penuh.
“Ini praktik yang dikenal dalam teori fraud triangle, ada tekanan (pressure), peluang (opportunity), dan pembenaran (rationalization). Ketika kontrol internal lemah dan pertanggungjawaban dilonggarkan, celah korupsi terbuka lebar,” tambah Yosan.
Salah satu temuan BPK menyebutkan perjalanan dinas ke Amerika Serikat senilai Rp1,5 miliar direalisasikan ke United Kingdom, tanpa adanya dokumen perubahan tujuan. Tidak hanya itu, uang harian yang seharusnya dibayarkan sebesar 40% untuk transit tetap dibayarkan penuh, mengakibatkan kelebihan bayar.
“Ini jelas pelanggaran. Bila ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola keuangan daerah,” tegas Yosan.
Yosan mendorong agar Pemprov Jabar segera menindaklanjuti rekomendasi BPK dan menyerahkan indikasi pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum.
Menurut Yosan, pengembalian uang ke kas daerah tidak cukup tanpa ada pertanggungjawaban hukum bagi pihak yang terbukti menyalahgunakan kewenangan.
“Jangan biarkan uang rakyat dipakai jalan-jalan ke luar negeri dengan topeng program keagamaan. Harus ada audit menyeluruh dan sanksi tegas,” pungkasnya. (Asan)