EkonomiRagam Daerah

Distribusi BBM Subsidi di Kalbar Disorot, Mandat Pertamina Dinilai Gagal, Penegakan Hukum Macet

268

SNU|Pontianak Kalimantan Barat  – 

Distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kalimantan Barat kembali menjadi sorotan publik. 

Antrean panjang truk angkutan barang dan hasil bumi di berbagai SPBU menjadi pemandangan yang tak kunjung sirna. Di balik antrean ini, muncul dugaan kuat adanya penyimpangan distribusi BBM subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sektor strategis, seperti pertanian dan perikanan.

“BBM subsidi adalah fasilitas negara untuk kelompok rentan. Namun praktiknya, terjadi kebocoran yang sistemik. Ini bukan hanya salah SPBU atau pelaku lapangan. Ini soal lemahnya pengawasan dari hulu ke hilir,” ujar        

pengamat hukum dan kebijakan publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, Senin (2/6/2025).

Herman menilai, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan selaku pelaksana utama distribusi BBM subsidi di Kalbar telah gagal menjalankan mandatnya. Ia menyebut berbagai dugaan penyelewengan—mulai dari penimbunan, penjualan kepada industri, hingga manipulasi kuota—bukan lagi isu baru.

“Ini rahasia umum. Tapi anehnya, tidak pernah terdengar ada proses hukum yang benar-benar menyentuh aktor-aktor di baliknya,” tegas Herman.

Padahal, sambungnya, Pertamina telah dilengkapi berbagai instrumen pengawasan seperti sistem digital MyPertamina, QR Code, dan kerja sama kontraktual dengan SPBU. Namun semua ini dinilai belum mampu menjamin distribusi BBM subsidi tepat sasaran.

Menurut Herman, SPBU menjadi titik rawan terjadinya kebocoran. Dugaan kerja sama antara SPBU dan pelaku usaha industri atau pertambangan untuk menyalurkan BBM subsidi secara ilegal terus bergulir, tetapi penindakan hukum di lapangan belum tampak nyata.

“Kalau sampai BBM subsidi bisa dinikmati sektor industri, berarti ada dua kemungkinan: pengawasan di SPBU sangat longgar, atau ada pembiaran,” katanya.

Ia menegaskan, tindakan seperti penimbunan, penyimpangan harga, dan penjualan kepada pihak yang tidak berhak merupakan tindak pidana. Hal itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta diperkuat oleh Undang-Undang Cipta Kerja Tahun 2020.

Namun, hingga kini, publik belum mendengar adanya sanksi konkret bagi para pelaku ataupun pengelola lembaga penyalur. “Penegakan hukum seperti jalan di tempat,” ucapnya.

Untuk mengurai dugaan penyimpangan ini, Herman mendesak adanya audit independen terhadap Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, termasuk kontrak dan pengawasan internal SPBU.

“Jika Pertamina serius menjaga mandat publiknya, mereka harus membuka data, menjelaskan langkah konkret yang sudah dilakukan, dan tidak hanya berlindung di balik teknologi,” ujarnya.

BBM subsidi memegang peranan penting bagi masyarakat kecil, terutama di pedalaman Kalbar. Subsidi ini menjadi urat nadi transportasi dan produksi pertanian serta perikanan. Kebocoran distribusi BBM subsidi, kata Herman, justru paling berdampak pada kelompok masyarakat yang paling rentan.

“Penyalahgunaan BBM subsidi bukan semata-mata pelanggaran administratif, tapi juga pengkhianatan terhadap keadilan sosial,” pungkasnya. “Ketika rakyat kecil antre, dan oknum menikmati, negara seharusnya tidak diam.”cetus Herman Hofi . (Jono)

Exit mobile version