BeritaEkonomiHeadlineInformatikaPolitikRagam Daerah

Ketimpangan Anggaran di Jabar: Hak Keuangan Pejabat Tetap Tinggi, Rakyat Terhimpit

963
Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang menyerukan efisiensi anggaran di seluruh sektor pemerintahan tampaknya belum sepenuhnya diindahkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

SNU|Bandung,- Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang menyerukan efisiensi anggaran di seluruh sektor pemerintahan tampaknya belum sepenuhnya diindahkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Alih-alih memangkas belanja pejabat, alokasi hak keuangan eksekutif dan legislatif tetap tinggi, memicu sorotan tajam dari publik, Senin(8/9/2025).

Dalam dokumen resmi perubahan kelima APBD Jawa Barat Tahun 2025, tercatat bahwa anggaran belanja hak keuangan DPRD Jawa Barat tetap sebesar Rp475,88 miliar untuk 120 anggota dewan. Anggaran tersebut mencakup gaji, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, komunikasi, perumahan, hingga dana operasional pimpinan DPRD. Tidak ada pemangkasan signifikan meski Inpres efisiensi telah dikeluarkan.

Sementara itu, belanja untuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan mencapai Rp64,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp28,8 miliar dialokasikan untuk biaya operasional, dan Rp2,2 miliar untuk gaji serta tunjangan. Satu-satunya pos yang mengalami pemangkasan adalah anggaran pakaian dinas, dari Rp275,5 juta menjadi Rp118 juta.

Sekretaris Forum Penyelamat Dana Rakyat (FPDR), Poppy Nuraeni, menyebut kebijakan anggaran tersebut tidak konsisten dengan semangat efisiensi. “Gubernur jangan hanya pencitraan. Faktanya, fasilitas gubernur justru lebih besar daripada DPRD. Kalau bicara efisiensi, semestinya dimulai dari fasilitas kepala daerah,” ujarnya.

Poppy juga menyoroti DPRD yang dinilai belum menunjukkan komitmen terhadap efisiensi dan keberpihakan pada rakyat. “DPRD harus bekerja dengan baik agar tercipta penyelenggara negara yang benar-benar berpihak pada rakyat, bukan sekadar menikmati hak-hak keuangannya saja,” tegasnya.

Ironisnya, di tengah kemewahan anggaran pejabat, masyarakat masih bergelut dengan kesulitan ekonomi. Baru-baru ini, seorang ibu dan dua anaknya di Jawa Barat dilaporkan mengakhiri hidup karena tekanan ekonomi yang tak tertahankan. Peristiwa tragis ini menjadi cermin ketimpangan yang nyata antara kebijakan anggaran dan kondisi rakyat.

Belanja tunjangan komunikasi dan intensif pimpinan DPRD mencapai Rp30 miliar, tunjangan jabatan Rp3 miliar, tunjangan perumahan Rp89 miliar, dan tunjangan transportasi Rp37 miliar. Sekretariat DPRD Jawa Barat belum memberikan tanggapan terkait rincian belanja tersebut.

Dengan sorotan publik yang semakin tajam, pertanyaan besar pun mengemuka: apakah efisiensi anggaran hanya menjadi jargon politik, atau benar-benar akan diwujudkan demi kesejahteraan rakyat?

Exit mobile version