Pendidikan

Menganalisis Dinamika Turn-Taking dalam Pembelajaran Daring di Indonesia

1207
Rasi Yugafiati

Oleh : Rasi Yugafiati

Turn-taking, atau pergantian giliran berbicara, merupakan elemen kunci dalam pembelajaran Bahasa Inggris, terutama dalam pengembangan keterampilan berbicara. 

Namun, dalam konteks pembelajaran daring di Indonesia, pelaksanaannya menghadapi berbagai tantangan. Hambatan teknis seperti keterlambatan jaringan dan keterbatasan platform digital sering kali mengganggu interaksi, oleh karena itu, dibutuhkan keterampilan dosen dalam memoderasi diskusi menjadi aspek dalam rangka memperbaiki situasi. 

Dosen perlu mereduksi ketimpangan partisipasi, di mana beberapa merasa terpinggirkan karena kecemasan atau rendahnya kepercayaan diri. 

Turn – Taking secara luring

Integrasi teknologi dalam pembelajaran daring sering kali menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, platform seperti Zoom dan WhatsApp memungkinkan fleksibilitas dalam pembelajaran; di sisi lain, teknologi ini sering kali mereduksi interaksi menjadi sekadar presentasi informasi. Ketergantungan pada alat bantu seperti Canva dan ChatGPT lebih lanjut mengurangi spontanitas serta kreativitas mahasiswa, sehingga tujuan pembelajaran sering kali terbatas pada penyelesaian tugas tanpa pengembangan keterampilan kritis. Dalam hal ini, dosen perlu mengajarkan pada mahasiswa bagaimana cara membuat media-media itu menjadi sarana, bukan menjadi sumber rujukan utama.

Dari perspektif psikologis, dinamika turn-taking dalam kelas daring menunjukkan tantangan bagi mahasiswa non-reguler, seperti pekerja profesional yang menghadapi tuntutan akademik dan pekerjaan secara bersamaan. Kecemasan berbicara di depan umum menjadi hambatan signifikan yang sering kali menghasilkan diskusi yang tidak efektif atau terputus-putus. Maka, dosen senantiasa perlu mendampingi dan menjadi support system agar mereka dapat menemukan sisi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Dosen perlu membangun rasa aman dan mendukung setiap progres secara emosional bagi mahasiswa. Pendekatan pedagogis yang lebih holistik diperlukan untuk menjawab tantangan ini. Sebab turn-taking seharusnya dilihat sebagai sarana kolaborasi yang mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis, bukan sekadar alat teknis untuk mendapat nilai semata dari wujud keaktifan mahasiswa.

Turn – Taking secara daring

Kesimpulannya, tantangan dalam dinamika turn-taking menuntut pendekatan pedagogis yang lebih strategis dan reflektif. Dosen perlu meningkatkan kemampuan moderasi untuk menciptakan interaksi yang adil dan mendalam. Selain itu, dosen juga senantiasa harus memiliki semangat belajar terkait media-media digital agar bisa dikolaborasikan dengan desain pembelajaran daring agar dapat memfasilitasi setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang setara untuk berkontribusi secara bermakna. Dengan perencanaan yang lebih kritis, turn-taking dapat menjadi elemen transformatif yang mendukung tujuan pembelajaran di era digital.(Rasi Yugafiati – Mahasiswi Program Doktor Universitas Negeri Semarang (UNNES) Semarang, Jawa Tengah dan Dosen Tetap pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Siliwangi Cimahi, Jawa Barat) (***)

Exit mobile version