HukumKasusKriminal

PETI di Sungai Kapuas Sintang Makin Merajalela, Publik Tagih Janji Polda Kalbar

27
PETI di Sungai Kapuas Sintang Makin Merajalela, Publik Tagih Janji Polda Kalbar

SNU//Sintang – Proses penertiban tambang emas ilegal (PETI) di wilayah Sungai Kapuas, Kabupaten Sintang, dinilai publik semakin rumit, bahkan disamakan seperti “memasukkan benang ke lubang jarum.” 

Aktivitas ini disebut-sebut terus berlangsung dan kian marak, seolah mendapat pembiaran dari aparat penegak hukum (APH), padahal jelas-jelas merusak ekosistem dan lingkungan alam.

Pantauan tim investigasi, kini terdapat puluhan rakit lanting penambang emas ilegal yang beroperasi di sepanjang aliran Sungai Kapuas, fenomena ini bukan hal baru. 

Aktivitas serupa sempat viral di media sosial TikTok dan sejumlah media online beberapa waktu lalu.
 

Salah satunya, laporan Tipikor Investigasi News (18 September 2025) berjudul “Tambang Emas di Sintang, APH Dinilai Tumpul ke Atas, Runcing ke Bawah.”

Sebelumnya, Wakapolres Sintang Kompol Sukma Pranata, S.I.K., M.H., pada 11 Mei 2025, juga mengakui adanya maraknya aktivitas penambangan emas ilegal (PETI) di wilayah hukumnya. Namun, hingga kini, aktivitas itu dinilai publik belum juga tertangani serius.

Hasil penelusuran awak media di lapangan menemukan bahwa kegiatan PETI tersebut masih terus berlangsung dan bahkan bertambah.
 

Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya (inisial At) mengaku bahwa kegiatan penambangan dilakukan dengan koordinasi terhadap oknum aparat melalui pihak pengumpul hasil tambang.

“Setiap penjualan emas ada potongan setoran bulanan. Sudah jadi kesepakatan lewat bos pengumpul,” ujar sumber tersebut.

Temuan ini diperkuat oleh keterangan narasumber lain, ADr, yang menilai aktivitas ini menunjukkan adanya jaringan pemain besar di wilayah Sintang yang terkesan kebal hukum.

“Aktivitas ini makin marak, seolah ada pembiaran. Kami mempertanyakan komitmen Polres Sintang dan Kapolda Kalbar terkait penegakan hukum. Sampai hari ini hukum tampak tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ungkapnya.

Aktivitas PETI dan distribusi BBM ilegal merupakan kejahatan terstruktur yang diatur tegas dalam sejumlah regulasi:

UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3): “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, Pasal 158: Penambangan tanpa izin dipidana penjara 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, Pasal 98: Perusakan lingkungan dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, Pasal 53 huruf (d):

Penyalahgunaan niaga BBM tanpa izin dipidana penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar.

Dengan dasar hukum tersebut, publik menilai Polres Sintang dan Polda Kalbar tidak memiliki alasan untuk diam.

“Penegakan hukum adalah kewajiban konstitusional, bukan pilihan,” tegas salah satu sumber investigasi.

Masyarakat dan tokoh publik di Sintang mendesak agar Polda Kalbar dan Polres Sintang segera bertindak tegas.
Mereka menuntut:

Kapolres Sintang serta Polda Kalbar segera melakukan penertiban tambang ilegal di wilayah Sungai Kapuas dan menangkap beking atau pemodal aktivitas tersebut.

Polda Kalbar diminta membongkar jaringan besar yang mengendalikan PETI dan distribusi BBM ilegal di wilayah Sintang.

Proses hukum harus transparan agar kepercayaan publik terhadap institusi Polri tetap terjaga, sesuai dengan pernyataan Kapolda Kalbar dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

“Tidak ada ruang bagi pelaku ilegal di wilayah hukum Kalbar, termasuk di Kabupaten Sintang. Menegakkan hukum dan melindungi rakyat adalah tugas kami.” jelasnya.

Publik kini menanti pembuktian janji itu di lapangan. (Jono)

Exit mobile version