HukumInformatikaRagam Daerah

Terkait Penyimpangan Proyek Peningkatan Jalan, KPK Panggil Mantan Ketua DPRD, Dinilai Salah Alamat

1099
Pengamat Kebijakan Publik dan Praktisi Hukum yang berbasis di Pontianak, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai langkah KPK tersebut tidak relevan secara konstitusional maupun secara teknis dalam konteks hukum tata kelola anggaran daerah.

SNU//Pontianak, Kalimantan Barat –Pemanggilan terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mempawah, Ria Mulyadi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam penyelidikan dugaan penyimpangan proyek peningkatan jalan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mempawah, menuai sorotan tajam dari kalangan Akademisi dan Pakar Hukum Tata Negara. Senin (16/6/2025).

Apa yang diungkapkan oleh salah seorang Pengamat Kebijakan Publik dan Praktisi Hukum yang berbasis di Pontianak, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai langkah KPK tersebut tidak relevan secara konstitusional maupun secara teknis dalam konteks hukum tata kelola anggaran daerah.

Perlu dipahami bahwa Ketua DPRD, sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar), hanya terlibat dalam tahap pembahasan dan pengesahan Rancangan APBD. 

“Setelah disahkan, tanggung jawab penuh berada di tangan pengguna anggaran, yaitu OPD terkait seperti Dinas PUPR,” ujar Herman kepada secondnewsupdate.co.id, Senin (16/6/2025).

Menurut Herman, keterlibatan legislatif dalam proses penganggaran bukan berarti mereka terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan, terlebih dalam urusan teknis maupun pencairan anggaran.

“Fungsi DPRD adalah menyetujui kebijakan anggaran. DPRD bukan eksekutor, bukan kuasa pengguna anggaran, dan bukan penanggung jawab proyek fisik,” tegasnya.

Herman juga menekankan bahwa fungsi pengawasan DPRD bersifat kolektif dan makro, tidak merinci hingga ke teknis proyek tertentu.

“Jika ingin membongkar indikasi mark-up atau penyalahgunaan dana, semestinya yang dipanggil adalah pelaksana teknis, bendahara proyek, PPK, serta Inspektorat Daerah.  Ketua DPRD tidak berada dalam rantai pelaksanaan teknis tersebut,” jelas Herman.

Pakar hukum itu menyoroti perlunya edukasi publik mengenai batas-batas fungsi legislatif daerah, agar tidak menimbulkan kebingungan dan ketimpangan informasi.

“Banyak masyarakat keliru memahami posisi Ketua DPRD. Mereka tidak bisa mencairkan anggaran, tidak menunjuk rekanan, dan tidak membuat perintah kerja proyek,” tambahnya.

Lebih lanjut, Herman memperingatkan bahwa langkah seperti ini justru berisiko melemahkan pemahaman publik tentang sistem checks and balances dalam tata kelola pemerintahan daerah.

“Jika KPK ingin mengungkap permainan anggaran, harus dilihat siapa yang punya wewenang realisasi anggaran, bukan siapa yang membahas di rapat paripurna. Ini soal prinsip good governance dan akurasi hukum,” pungkasnya.

Proyek peningkatan jalan PUPR yang tengah diselidiki disebut berasal dari pos anggaran APBD Kabupaten Mempawah. 

Selain mantan Ketua DPRD, KPK juga memanggil dua ASN dari unsur Kementerian Keuangan. 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari KPK mengenai rincian status hukum para pihak yang diperiksa. (Jono)

Exit mobile version