SNU|Bandung,- Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali jadi sorotan tajam, kebijakan mereka yang terus mengucurkan dana miliaran rupiah tiap tahun untuk operasional Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka meski sepi aktivitas penerbangan dinilai sebagai kebijakan tanpa arah dan jauh dari akal sehat.
Situasi ini kian memanas setelah Wali Kota Bandung Muhammad Farhan secara terbuka mengkritik Pemprov Jabar dan menawarkan opsi reaktivasi Bandara Husein Sastranegara yang selama ini justru dimatikan secara perlahan.
Muhammad Farhan menyebutkan, dalam beberapa kali diskusi dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi atau biasa disapa KDM, memang ada intensi untuk mengoptimalkan BIJB Kertajati, namun, faktanya, Pemprov Jabar justru harus menombok biaya operasional bandara itu hingga lebih dari Rp 60 miliar per tahun, angka fantastis yang akhirnya hanya membebani APBD, sementara manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat Jawa Barat.
“Saya dengar malah sebetulnya lebih dari Rp 60 miliar setahun, saya sangat menghargai Gubernur Jabar yang punya niat baik untuk mengoptimalkan Kertajati, tapi kelihatannya sekarang mulai kepepet,” ujar Muhammad Farhan, Kamis (12/6/2025) di Balai Kota Bandung.
Pemprov Dinilai Keras Kepala, Rakyat Yang Jadi Korban
Menurut Muhammad Farhan, problem BIJB Kertajati sebetulnya bukan cuma soal manajemen atau strategi penerbangan, tapi soal ego politik.
Pemprov Jabar dinilai terlalu gengsi untuk mengakui bahwa proyek ini gagal total. Padahal, sejak awal banyak pihak telah mengingatkan bahwa membangun bandara internasional di lokasi jauh dari pusat keramaian tanpa didukung aksesibilitas memadai hanya akan menghasilkan proyek mercusuar tanpa manfaat nyata.
Diduga sebagian Pejabat di Pemprov masih arogan ketika diusulkan Bandara Husein diaktifkan kembali, malahan ada tokoh di Pemprov mengatakan secara ngawur bahwa akan meminta Bandara Halim ditutup.
Bandara Husein, Simbol Ekonomi Bandung yang Diberangus
Bandara Husein Sastranegara selama ini menjadi tulang punggung pergerakan wisatawan dan pelaku bisnis ke Kota Bandung.
Sejak penerbangan komersial dipindahkan ke Kertajati, dampaknya langsung terasa, sektor pariwisata merosot, okupansi hotel anjlok, bisnis ritel sepi, dan pengusaha transportasi lokal merugi.
Seperti diketahui, market terbesar penerbangan di Jabar itu berada di Bandung, banyak pihak mempertanyakan mengapa dipaksa ke Majalengka? akhirnya yang untung Jakarta.
Orang Bandung sekarang jika mau ke luar kota atau luar negeri, terbangnya dari Halim atau Bandara Soekarno Hatta, maka devisa kota Bandung akan lari ke Jakarta, dan ini tidak masuk akal.
Keputusan mematikan Bandara Husein tanpa kajian sosial ekonomi yang matang adalah bentuk ketidakadilan terhadap masyarakat Bandung Raya, reaktivasi Bandara Husein bukan soal gengsi orang Bandung, tapi soal keadilan akses dan efisiensi pelayanan publik.
“Ketika Bandara Husein aktif, maka pariwisata hidup, hotel-hotel penuh, cafe ramai, ekonomi rakyat kecil ikut bergerak, namun saat ini lesu, Bandung seakan disuruh hidup tanpa Bandara, sementara harus menanggung beban untuk Bandara yang bahkan jarang dipakai.
Pemprov Jabar Diminta Tanggalkan Ego Politik
Muhammed Farhan mendesak Pemprov Jabar untuk menanggalkan ego politik dan segera mengevaluasi total proyek BIJB Kertajati, jika perlu, ia meminta Pemerintah Pusat turun tangan untuk memediasi agar kepentingan rakyat tidak terus dikorbankan demi ambisi elite daerah.
“Common sense saja, kalau ada bandara di Bandung yang potensinya besar, kenapa dipaksa ke Majalengka? Kertajati bisa tetap hidup kalau infrastrukturnya siap, tapi sekarang belum, jangan korbankan rakyat, Pemprov Jabar harus berani jujur dan realistis,” pubgkaa Muhamad Farhan.
Suara Publik: Rakyat Bosan Dibodohi Proyek Gengsi
Proyek BIJB Kertajati sejak awal sudah bermasalah karena lebih didorong oleh motif politik ketimbang kebutuhan riil masyarakat.
Saat ini rakyat disuruh bayar mahal untuk proyek gagal, maka Pemprov Jabar harus bertanggung jawab, kalau tidak sanggup kelola dengan baik, serahkan ke pusat atau swasta profesional, jangan paksakan, jangan terus bohongi rakyat.
Penutupan Bandara Husein justru kontraproduktif, Kota Bandung sebagai destinasi wisata nasional seharusnya memiliki Bandara komersial yang terintegrasi.
Bandung tanpa bandara itu konyol, Pemprov Jabar harus berhenti keras kepala kalau Kertajati ingin hidup, benahi dulu infrastrukturnya. Jangan paksakan rakyat pakai sesuatu yang tidak efektif.
Waktunya Transparansi Anggaran dan Keputusan
Kini, desakan kepada Pemprov Jabar untuk membuka data ke publik soal keuangan BIJB Kertajati dan kajian ekonominya kian menguat. Publik ingin tahu ke mana saja miliaran rupiah uang rakyat itu dialirkan dan siapa yang selama ini diuntungkan.
Jangan sampai kasus ini menjadi contoh buruk kebijakan daerah yang arogan dan tidak berpihak ke rakyat, sudahi politik mercusuar, saatnya Pemerintah mendengar suara masyarakatnya.