SNU//Sekadau, Kalimantan Barat — Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), kembali mencuat di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa janji pemberantasan PETI yang sebelumnya disampaikan oleh Kapolda Kalbar tampaknya belum terbukti.
Dari hasil laporan masyarakat kepada awak media, ditemukan kegiatan tambang emas ilegal yang beroperasi aktif di Dusun Sungai Putat (Suak Payung), Desa Sei Ringin, Kecamatan Sekadau Hilir. Minggu (5/10/2025),
Menurut sumber warga yang identitasnya dirahasiakan namun kredibel, aktivitas tambang tersebut diduga kuat dikendalikan oleh seorang cukong berinisial A.
“Kegiatan ini disebut-sebut mendapat dukungan logistik dari jaringan mafia pemasok BBM subsidi jenis solar,” ucapnya.
Setiap mesin atau lanting wajib setor sekitar Rp1,5 juta. Rp1 juta untuk pemilik lahan (tuan tanah), dan Rp 500 ribu untuk pengurus lapangan.
“Aktivitas ini sudah berjalan empat hari,” ungkap sumber masyarakat kepada awak media.
Lebih mengejutkan lagi, sumber tersebut menyebutkan bahwa oknum A mengklaim telah berkoordinasi dengan oknum aparat di jajaran Polda Kalbar, Polres Sekadau, serta sejumlah pemangku kebijakan di lingkungan Pemda Kabupaten Sekadau.
“Dia (A) bilang sudah aman karena sudah ada biaya koordinasi sampai ke atas. Jadi tidak akan tersentuh hukum,” tutur warga yang enggan disebutkan namanya tersebut.
Munculnya kembali aktivitas PETI di wilayah yang seharusnya menjadi fokus penertiban ini, menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat.
Warga mempertanyakan keseriusan dan integritas aparat penegak hukum dalam menegakkan perintah Kapolda Kalbar yang berkomitmen memberantas tambang ilegal di seluruh Kalimantan Barat.
“Kami hanya ingin tahu, kalau Kapolda sudah perintahkan tindakan tegas, kenapa tambang ini malah hidup lagi di depan mata?” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Warga juga menyoroti dugaan keterlibatan jaringan mafia solar subsidi yang mensuplai bahan bakar kepada penambang, serta pihak-pihak yang diduga menjadi beking atau pelindung aktivitas ilegal tersebut.
Beberapa pertanyaan publik kini mencuat:
Siapa sebenarnya pemasok BBM subsidi kepada para penambang?
Siapa cukong dan pelindung tambang ilegal ini?
Mengapa aparat di tingkat Polres Sekadau dan Pemda terkesan diam?
Apakah ada oknum yang terlibat dalam pembiaran kegiatan ini?
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pihak kepolisian dan pemerintah daerah.
Mereka mendesak agar penegakan hukum tidak hanya berhenti pada pekerja lapangan, tetapi juga menjerat aktor intelektual dan beking di balik aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kalau aparat diam saja, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal keadilan,” tegas warga lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, tim redaksi masih berupaya menghubungi pihak terkait, termasuk Kapolres Sekadau, perwakilan Pemda, dan Humas Polda Kalbar, namun belum mendapatkan tanggapan resmi.
Redaksi media membuka ruang hak jawab, hak klarifikasi, dan hak koreksi bagi semua pihak yang disebut dalam pemberitaan ini, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Kasus ini menambah daftar panjang aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah Kalimantan Barat yang merusak lingkungan dan mencederai komitmen penegakan hukum.
Publik kini menanti bukti nyata dari janji pemberantasan PETI yang selama ini hanya terdengar di tataran wacana. (Jono)