Example floating
Example floating
BeritaEkonomiHeadlineInformatikaKasusPolitikRagam Daerah

Skandal Penggantian Nama RS Al-Ihsan, API Jabar Murka, Gugat KDM atas Pembajakan Identitas

898
×

Skandal Penggantian Nama RS Al-Ihsan, API Jabar Murka, Gugat KDM atas Pembajakan Identitas

Sebarkan artikel ini
Ketua API Jabar, Ustaz Asep Syaripuddin, yang dikenal sebagai Kang UAS, dengan tegas menolak langkah tersebut.

SNU|Bandung,- Sebuah keputusan administratif yang tampak sederhana justru menyulut api kontroversi di Jawa Barat. Gubernur Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa KDM, telah secara mengejutkan mengganti nama RSUD Al-Ihsan menjadi RSUD Welas Asih.

Dalih yang disematkan adalah “rebranding, pendekatan lokalitas, dan penyederhanaan citra.” Namun, alih-alih disambut baik, kebijakan ini justru memicu gelombang perlawanan sengit dari berbagai elemen masyarakat, khususnya Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat.

Ketua API Jabar, Ustaz Asep Syaripuddin, yang dikenal sebagai Kang UAS, dengan tegas menolak langkah tersebut. Baginya, pergantian nama ini bukan sekadar urusan administratif, melainkan sebuah bentuk pengingkaran terhadap sejarah dan identitas Islam di Jawa Barat.

“Nama Al-Ihsan itu bukan pemberian pejabat, tapi buah perjuangan para ulama,” ujar Kang UAS dengan nada geram, Jumat, (4/7/2025), di Bandung.

Kang UAS mengingatkan, Rumah Sakit Al-Ihsan bukanlah bangunan tanpa akar. Didirikan oleh Yayasan Al-Ihsan pada tahun 1993, rumah sakit ini merupakan hasil perjuangan enam tokoh Jawa Barat yang terdiri dari ulama dan pemerintah.

Sejak awal, Al-Ihsan diniatkan sebagai amal usaha umat Islam untuk membumikan pelayanan kesehatan berbasis nilai spiritual. “Peletakan batu pertamanya dilakukan saat Ramadan. Ada doa, ada niat, ada ruh,” tegas Kang UAS, menekankan betapa dalamnya makna spiritual di balik nama tersebut.

Perjalanan RSUD Al-Ihsan dengan nama itu bertahan hingga tahun 2004, sebelum akhirnya diambil alih oleh pemerintah provinsi.

Meski berganti status, namanya tetap lestari, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sebuah institusi yang lahir dari niat mulia umat.

Namun, kini, dengan keputusan Gubernur Dedi Mulyadi, sejarah itu seolah-olah dipangkas, bahkan dihilangkan. Nama “Welas Asih” yang disebut pemerintah lebih akrab dan lokal, justru dinilai sebagai upaya pembajakan simbol dan identitas bagi kalangan Islamis.

Kontroversi ini bukanlah kali pertama Gubernur Dedi Mulyadi bersinggungan dengan kritik tajam dari kalangan Islamis. Saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Dedi dikenal gencar membangun patung-patung sebagai simbol budaya.

Proyek itu pun kala itu dikritik keras karena dianggap mengikis nilai-nilai religius. Kini, langkah mengganti nama RSUD Al-Ihsan kembali membuka luka lama tersebut, memicu kecurigaan akan adanya agenda tersembunyi.

“Jangan bungkus agenda ideologis dengan jargon budaya,” seru Kang UAS. “Rebranding ini mencurigakan, apa motif sesungguhnya?” tanyanya, menyiratkan dugaan adanya upaya sistematis yang lebih besar di balik keputusan ini.

Bagi kalangan pesantren dan umat Islam, istilah “Al-Ihsan” memiliki makna yang mendalam: berbuat baik karena Allah melihat.

Nilai filosofis ini dianggap jauh lebih kuat dan mengakar ketimbang “Welas Asih” yang, meskipun indah secara harfiah, dinilai tidak memiliki akar historis yang kuat dengan identitas rumah sakit tersebut.

Pertanyaan besar pun muncul, mengapa menghapus sesuatu yang memiliki makna dalam dan sejarah panjang? Apakah ini bentuk upaya netralisasi identitas Islam di ruang publik Jawa Barat?

Hingga saat ini, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memilih untuk bungkam. Tak ada keterangan resmi yang disampaikan selain rilis singkat tentang alasan “rebranding.” Keheningan ini justru memicu spekulasi dan memperkuat dugaan adanya motif tersembunyi.

API Jabar kini tidak sendiri. Sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam, pengurus pesantren, dan bahkan alumni rumah sakit itu turut menyuarakan penolakan serupa.

“Jika dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk. Jangan anggap enteng sensitivitas umat,” tegas Kang UAS, menyerukan persatuan.

Wacana penolakan juga mulai menggema di media sosial dan forum-forum keagamaan. Tuntutan agar DPRD Jawa Barat memanggil Gubernur dan mengevaluasi keputusan tersebut semakin menguat.

Kang UAS menegaskan bahwa pergantian nama seharusnya memperkuat, bukan memecah. Namun, yang terjadi di Jawa Barat justru sebaliknya. Keputusan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi berisiko menggoyahkan fondasi kepercayaan antara pemerintah dan kelompok keagamaan.

Pertanyaan akhirnya adalah, apakah perubahan ini bentuk ketidaksensitifan yang disengaja, ataukah ini adalah strategi panjang untuk menggeser orientasi identitas Jawa Barat?

“Perubahan nama hanyalah permukaan, di bawahnya, ada pertarungan tafsir, arah sejarah, dan upaya kontrol atas narasi publik,” pungkas Kang UAS, mengakhiri kritiknya dengan peringatan tajam.

Example 120x600