Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
BeritaHukumKasusKriminal

Studio 21 di Pematangsiantar Kembali Beroperasi, Diduga Langgar Hukum dan Sempadan Sungai

72
×

Studio 21 di Pematangsiantar Kembali Beroperasi, Diduga Langgar Hukum dan Sempadan Sungai

Sebarkan artikel ini
Studio 21 di Pematangsiantar Kembali Beroperasi, Diduga Langgar Hukum dan Sempadan Sungai

SNU//Pematangsiantar – Polemik beroperasinya kembali Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21 di Kota Pematangsiantar menuai sorotan tajam dari masyarakat.

Pasalnya, beberapa bulan lalu tempat hiburan tersebut sempat disegel dengan garis polisi (police line) oleh aparat penegak hukum, setelah terbukti menjadi lokasi peredaran narkotika jenis ekstasi.

Example 300x600

Namun, hasil pantauan di lapangan menunjukkan bahwa Studio 21 kini mulai kembali beraktivitas dengan melakukan renovasi dan persiapan operasional. 

Kondisi ini dinilai mencederai semangat penegakan hukum dan berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum di wilayah Polda Sumatera Utara.

Diketahui, sejumlah pelaku yang sebelumnya terjaring dalam operasi narkotika di lokasi tersebut hingga kini masih mendekam di tahanan. 

Namun, Amut, selaku pemilik gedung dan penyedia tempat, disebut belum tersentuh proses hukum. 

Hal ini memunculkan dugaan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum dan lemahnya pengawasan terhadap tempat hiburan malam di daerah tersebut.

Selain pelanggaran pidana narkotika, Studio 21 juga diduga melanggar aturan tata ruang dan lingkungan hidup. 

Bangunan tersebut disebut berdiri melanggar garis sempadan sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 5 ayat (1), disebutkan bahwa “Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan kegiatan manusia yang tidak boleh dibangun permanen.”

Dari sisi hukum pidana, pembiaran beroperasinya kembali tempat yang pernah menjadi lokasi peredaran narkoba juga berpotensi melanggar Pasal 131 dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni:

Pasal 131: “Setiap orang yang mengetahui adanya tindak pidana narkotika tetapi tidak melaporkannya kepada pihak berwenang dapat dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.”

Pasal 132 ayat (1): “Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dipidana dengan pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana tersebut.”

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (DPP KOMPI B), Henderson Silalahi, menyampaikan keprihatinan mendalam serta mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun langsung mengusut kasus ini.

“Kami minta Kapolri menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam pembiaran ini. Jika Studio 21 kembali beroperasi, maka besar kemungkinan tempat itu akan kembali menjadi sarang peredaran narkotika. Ini jelas mencoreng wibawa hukum di Sumatera Utara,” tegas Henderson.

Henderson juga menambahkan, pembiaran terhadap pelanggaran hukum semacam ini dapat menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan narkoba dan penegakan tata ruang kota yang bersih serta tertib hukum.

“Kami berharap Polda Sumut dan Pemerintah Kota segera menindaklanjuti perizinan dan legalitas bangunan Studio 21 yang diduga melanggar sempadan sungai. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tambahnya.

Publik kini menanti langkah konkret dari aparat penegak hukum, terutama Polda Sumatera Utara dan Mabes Polri, untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Studio 21 dan memastikan penegakan hukum berjalan tanpa pandang bulu.

Henderson menegaskan, pihaknya akan segera mengirim surat resmi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo guna meminta perhatian serius atas penegakan hukum terhadap Studio 21 dan pemiliknya, Amut, yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.(Rizky)

banner
Example 120x600