ArtikelBeritaHeadlineKasusPendidikanRagam Daerah

Anggaran Jasa Keamanan dan Kebersihan Balai Tikomdik Meningkat, Efisiensi Anggaran Dipertanyakan

1927
Balai Tikomdik Jawa Barat menunjukkan tren peningkatan anggaran pada pos belanja jasa keamanan dan kebersihan, yang memicu kritik dari berbagai pihak.

SNU|Bandung,– Kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Pemerintah Pusat melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 seharusnya menjadi acuan bagi seluruh instansi dalam mengelola keuangan negara secara lebih efektif. Namun, Balai Tikomdik Jawa Barat justru menunjukkan tren peningkatan anggaran pada pos belanja jasa keamanan dan kebersihan, yang memicu kritik dari berbagai pihak, Selasa(29/4/2025).

Ketua LSM Trinusa DPD Jawa Barat, Ait M Sumarna, mengungkapkan keprihatinannya terhadap alokasi anggaran yang cukup besar untuk dua layanan tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, anggaran jasa kebersihan tahun 2025 meningkat sebesar Rp 54.031.500 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kontrak yang ditandatangani oleh PT RPN pada 31 Januari 2025. Sementara itu, anggaran jasa keamanan mengalami kenaikan Rp 41.040.000, dengan kontrak yang diteken oleh PT RPN pada 3 Februari 2025.

Menurut Ait, “peningkatan anggaran ini seharusnya disertai dengan penjelasan yang transparan kepada publik mengenai rincian penggunaannya” ucapnya. 

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Tikomdik diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait kenaikan anggaran tersebut dan memastikan bahwa proses pengadaan berjalan sesuai prinsip efisiensi dan akuntabilitas.

Selain persoalan anggaran, Ait juga menyoroti laporan harta kekayaan Kepala Balai Tikomdik, Firman Oktora. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat perbedaan mencolok antara tahun 2022 dan 2023. “Firman melaporkan kekayaan sebesar Rp 483.127.387 pada tahun 2022, sementara pada tahun 2023 angkanya turun menjadi Rp 267.940.544” ujarnya. 

Ait menilai adanya ketidaksesuaian dalam laporan LHKPN dapat berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Berdasarkan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016, KPK berwenang memberikan rekomendasi kepada pimpinan lembaga terkait jika ditemukan ketidakjujuran dalam pelaporan harta kekayaan.

Penurunan signifikan dalam LHKPN serta peningkatan anggaran di Balai Tikomdik dinilai sebagai hal yang patut dipertanyakan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran serta laporan kekayaan pejabat publik menjadi isu krusial yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut dari instansi terkait, termasuk KPK.

Masyarakat diharapkan terus mengawal kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan pemerintah agar dapat berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan tata kelola yang baik. Kritik dan pengawasan dari berbagai elemen masyarakat menjadi bagian penting dalam memastikan dana publik digunakan secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan yang benar-benar mendesak.

Exit mobile version