HukumKriminal

Diduga Pengacara Kontroversial Trinov Fernando Sianturi Kembali Tuai Kecaman, Pernyataan Dinilai Melampaui Batas!

33
Diduga Pengacara Trinov Fernando Sianturi, S.H., kembali menjadi sorotan publik, setelah dirinya melontarkan pernyataan kontroversial yang dinilai melampaui batas dan meresahkan masyarakat. Selasa (21/10/2025). Beberapa waktu yang lalu.

SNU//Medan – Diduga Pengacara Trinov Fernando Sianturi, S.H., kembali menjadi sorotan publik, setelah dirinya melontarkan pernyataan kontroversial yang dinilai melampaui batas dan meresahkan masyarakat. Selasa (21/10/2025). Beberapa waktu yang lalu.

Kritik keras datang dari berbagai kalangan, termasuk organisasi pers dan praktisi hukum, menyusul komentarnya terhadap aksi damai wartawan di Polda Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

Menurut Ketua DPW Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Sumatera Utara, Hardep, mengecam keras pernyataan Trinov yang mempertanyakan legalitas aksi damai wartawan tersebut.

“Seorang pengacara kok tidak mengerti hukum? Seharusnya pelajari dulu UU tentang penyampaian pendapat di muka umum. Jangan repot dulu bicara soal UU Pers. Wartawan yang melakukan aksi itu juga bagian dari masyarakat yang dilindungi undang-undang,” tegas Hardep saat ditemui di salah satu kafe di Jalan Amir Hamzah, Medan, Kamis (23/10/2025).

Hardep menegaskan, menyampaikan aspirasi di depan umum merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, selama dilakukan sesuai prosedur dan mendapatkan izin dari kepolisian.

Trinov juga menuai kecaman setelah menyatakan bahwa “syarat menjadi negara maju tahun 2045 adalah memiliki wartawan yang berintegritas dan profesional.”
 

Pernyataan tersebut, menurut Hardep, sangat tidak relevan dan terkesan arogan.

“Pemerintah sudah jelas menjabarkan syarat menjadi negara maju: peningkatan kualitas SDM, pertumbuhan ekonomi, penguatan keuangan, pengembangan infrastruktur dan teknologi, serta reformasi birokrasi. Tidak ada yang menyinggung soal wartawan,” ujar Hardep.

Ia menilai, pernyataan Trinov yang viral di TikTok justru berpotensi memprovokasi masyarakat dan menciptakan stigma negatif terhadap profesi jurnalis.

Lebih jauh, APPI Sumut menilai Trinov telah melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, karena dinilai menghalang-halangi kerja jurnalistik. 

Dugaan pelanggaran ini muncul setelah Trinov bereaksi keras terhadap pemberitaan dari sekitar 20 media terkait dugaan pemukulan yang dilakukan kliennya terhadap seorang jurnalis.

“Silakan dia bela kliennya, tapi jangan menyudutkan media. Pak Jokowi saja waktu diberitakan soal dugaan ijazah palsu tidak menyuruh ubah UU Pers. Saya heran, orang ini cari panggung atau bagaimana?” ujar Hardep dengan nada geram.

Hardep juga menyoroti gaya komunikasi Trinov yang sering menyebut 

“kalian petinggi-petinggi wartawan di Sumut ini,” yang dinilai tidak etis bagi seorang advokat.

“Seorang pengacara seharusnya menjaga etika berkomunikasi, bukan asal bicara dan membuat kegaduhan,” ujarnya.

Atas dasar itu, APPI Sumut mendesak Dewan Pers serta PERADI untuk segera memanggil Trinov Fernando Sianturi, meminta klarifikasi, dan menuntut permintaan maaf terbuka kepada seluruh insan pers.

Selain itu, APPI Sumut juga berencana menempuh jalur hukum atas pernyataan Trinov di media sosial dengan menggunakan sejumlah pasal:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE: tentang pencemaran nama baik dan/atau penghinaan.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE: tentang ujaran kebencian yang menimbulkan permusuhan antar golongan.

Pasal 18 ayat (1) UU Pers: tentang menghalang-halangi kerja jurnalistik.

“Kami sudah kumpulkan bukti-buktinya, dan dalam waktu dekat akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap Trinov,” tutup Hardep. (Rizky)

Exit mobile version