HukumKriminal

Dua Putusan Berbeda dalam Perkara Perdata di PN Lubuk Pakam, Diduga Ada Kejanggalan

541

SNU//Lubuk Pakam – Dunia peradilan di Kabupaten Deli Serdang kembali menjadi sorotan setelah dua perkara perdata dengan dalil gugatan yang sama menghasilkan putusan berbeda di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam. Kejanggalan ini menimbulkan dugaan adanya intervensi dan permainan dalam proses persidangan.

Perkara pertama tercatat dengan nomor 82/Pdt.G/2024, di mana tergugat dinyatakan menang. Namun, pada perkara kedua dengan nomor 575/Pdt.G/2024, penggugat justru memenangkan gugatan meski dalil dan objek yang disengketakan memiliki kesamaan.

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sulaiman M, SH, MH, dengan pihak penggugat didampingi penasihat hukum Santun Sianturi, SH, sedangkan tergugat didampingi kuasa hukum Rodalahi Purba, SH.

Penggugat mendasarkan gugatan pada surat hibah tertanggal 10 Desember 1993 yang merujuk pada Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 1974 yang dikeluarkan Bupati Deli Serdang. Hibah tersebut tercatat atas nama Gerson Simanjuntak kepada Pipin Simanjuntak.

Namun tergugat membantah, dengan dasar bahwa sejak tahun 1985 Camat Lubuk Pakam telah menerbitkan Surat Hibah No.593/257/1985. Bahkan, tanah tersebut sudah dijual dan digunakan dengan dasar SK Tanah No.67024/A/V/37 tanggal 12 Desember 1974, yang kemudian diterbitkan SK Camat atas nama Belperin Sihombing.

Dalam persidangan, tergugat menghadirkan saksi berupa pemilik sebelumnya, perangkat desa, serta warga sekitar yang mengetahui tanah tersebut telah dihuni lebih dari 25 tahun. Sebaliknya, saksi penggugat yang berasal dari Medan dinilai tidak mengetahui jelas lokasi dan batas tanah.

Atas dasar bukti tersebut, majelis hakim pada perkara pertama memutuskan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Meski kalah pada perkara pertama, penggugat kembali mengajukan gugatan baru dengan nomor 575/Pdt.G/2024, kali ini bersama penggugat lain dengan dalil yang sama. Namun dalam gugatan kedua, mereka tidak lagi mencantumkan bukti surat tanah berukuran 1.322 m², melainkan objek berbeda seluas 526 m².

Anehnya, majelis hakim dalam perkara kedua justru mengabulkan gugatan meski sebagian besar bukti dinilai lemah. Dari 14 poin bukti yang diajukan penggugat, 12 poin terbantahkan oleh 23 bukti yang diajukan tergugat.

Selain itu, ada dugaan kebohongan dalam bukti pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB). PBB yang diajukan penggugat tercatat atas objek tanah 1.322 m² dengan NOP berbeda dari objek yang disengketakan. Tergugat menunjukkan bukti pembayaran PBB yang sesuai dengan objek tanah di Jalan Medan Lubuk Pakam III.

Kejanggalan semakin mencuat karena diketahui istri kuasa hukum penggugat, Santun Sianturi, SH, yaitu Darliana Sitepu, bekerja sebagai panitera di PN Lubuk Pakam. Hal ini menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan serta lobi-lobi internal dalam putusan perkara kedua.

Atas putusan yang dinilai janggal ini, pihak tergugat bersama tim kuasa hukum meminta Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) segera memanggil serta memeriksa majelis hakim yang menangani perkara No.575/Pdt.G/2024.

“Objek dan surat berbeda, sebagian besar dalil terbantahkan, tapi putusan justru memenangkan penggugat. Kami menduga ada permainan yang mencederai keadilan,” ujar salah satu kuasa hukum tergugat.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyinggung integritas peradilan dan dugaan adanya praktik tidak sehat di tubuh lembaga pengadilan. (Rizky)

Exit mobile version