BeritaEkonomiHeadlineInformatikaLingkungan HidupPolitikRagam Daerah

Gus Ipul: Data Akurat, Intervensi Tepat—Jawa Barat Jadi Pionir

630
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk bersinergi dengan daerah guna memastikan bantuan sosial (bansos) tepat sasaran.

SNU|Bandung,- Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk bersinergi dengan daerah guna memastikan bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. Dalam rapat koordinasi teknis (rakornis) konsolidasi data di Jawa Barat, Gus Ipul-sapaan akrabnya Saifullah Yusuf itu menyoroti peran krusial Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pengelola data tunggal nasional, sekaligus mengungkap anggaran bansos tahun ini yang melonjak di atas Rp500 triliun, dan berpotensi meningkat hingga Rp1.000 triliun pada 2026.

Kunjungan Gus Ipul ke Jawa Barat ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden untuk kolaborasi lintas tingkat pemerintahan. “Saya datang ke sini dalam rangka menindaklanjuti arahan Presiden agar bersinergi dan berkolaborasi tidak hanya dengan kementerian atau lembaga di tingkat pusat, tapi juga dengan pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota,” ujar Gul Ipul saat diwawancarai usai rakornis di Perpusda Jabar, Kota Bandung, Selasa (11/11/2025).

Fokus utama rakornis kali ini adalah konsolidasi data sosial-ekonomi, yang Gus Ipul sebut sebagai “kunci akurasi intervensi”. Menurutnya, perbedaan data antarinstansi sering melahirkan ego sektoral yang merugikan penerima manfaat. “Utamanya apa? Adalah menyangkut urusan data. Data inilah yang paling krusial. Kalau data kita akurat, maka intervensi kita akan akurat. Kalau data kita sama, mulai dari tingkat desa sampai tingkat kementerian, maka tentu itu akan menyatukan program-program kita ke depan,” tegasnya.

Jawa Barat dipuji sebagai provinsi pionir dalam penyamaan data. “Saya bersyukur, Alhamdulillah, Provinsi Jawa Barat dan kabupaten-kotanya ini termasuk satu provinsi yang punya kemauan kuat untuk menyatukan data itu,” tambah Gus Ipul.

BPS ditunjuk sebagai pengelola tunggal data melalui Inpres Nomor 4, dengan indikator ditentukan BPS sementara kementerian lain hanya mendukung pemutakhiran. Proses ini melibatkan partisipasi masyarakat melalui jalur formal (RT/RW hingga pusat) maupun digital, seperti aplikasi Cek Bansos, SIK dan lain-lain. “Pemutakhiran banyak cara dilakukan. Mengirimkan data-data kalau memang ada data yang bisa dikirim dengan foto-foto dan identitas yang cukup lengkap. Itu akan ditindaklanjuti oleh BPS,” jelasnya.

Gus Ipul juga mengumumkan rencana peluncuran Puskesos (Pusat Kesejahteraan Sosial) di setiap desa sebagai “gerbang aduan” warga. “Kami akan memulai dengan menghadirkan Puskesos di seluruh desa. Mulai dari mungkin ijazah anak yang tidak bisa ditebus, mungkin mereka belum mendapatkan pekerjaan, atau mereka mengalami kesulitan-kesulitan tertentu, merasa belum dapat bansos bisa nanti lewat Puskesos-Puskesos itu,” ungkapnya.

Petugas Puskesos akan menyalurkan keluhan ke tingkat kabupaten hingga pusat. Mengenai anggaran, Gus Ipul mengoreksi kesalahpahaman soal “Rp500 triliun yang sudah tidak layak. “Enggak, jadi di tahun ini subsidi dan bantuan sosial itu lebih dari Rp500 triliun lewat berbagai program, di antaranya yang lewat Kementerian Sosial yaitu Bansos, PKH, dan juga Sembako. Ada lagi bantuan-bantuan pemerintah, subsidi-subsidi yang lewat instansi lain. Lewat PLN, lewat Pertamina, dan juga program-program seperti bantuan beras lewat Badan Pangan, belum lagi yang lewat provinsi, kabupaten, kota,” katanya.

Proyeksi 2026 bahkan lebih meningkat. “Tahun depan bisa jadi Bansosnya lebih dari 1.000 triliun,” sebutnya.

Untuk memastikan tepat sasaran, verifikasi terus dilakukan. Gus Ipul mengungkap ada 3 juta lebih kasus “inclusion error” penerima bansos yang ternyata sudah tidak layak.

“Sebelnya ada sekitar 4,2 juta. Ya sekarang ini sudah ada secara nasional, ya ada 3 juta lebih lah yang disebut inclusion error. Ya sudah terima banget tapi sudah dinyatakan tidak layak menerima bansos lagi,” katanya.

Upaya verifikasi melibatkan kunjungan rumah, aplikasi, dan inisiatif daerah seperti pemasangan stiker di rumah penerima meski ada pro-kontra. “Ada pro kontra, tapi yang jelas bahwa dengan adanya pemasangan stiker itu makin membuat semua orang ikut terlibat.  Kalau ada masyarakat yang menolak, ya kita bersyukur Alhamdulillah. Jadi kita ingin ada kesadaran dari masyarakat untuk mau menolak kalau memang merasa tidak layak untuk menerima bansos, biar alokasinya dialihkan kepada yang lain,” tuturnya.

“Sekali lagi, saya terima kasih kepada Jawa Barat, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, yang terus bersama kami selama ini melakukan upaya-upaya yang nyata dalam rangka menindaklanjuti instruksi Presiden,” pumgkasnya.

Exit mobile version