Kota Cimahi|SNU – Semarak dinamika dan dialektika politik, seiring dengan semakin dekatnya kontestasi pilkada 2024, di daerah menunjukan situasi politik elektoral kian dinamis.
Seperti yang diungkapkan oleh tokoh politik dan dosen Nurtanio serta STIA LAN -RI Djamu Kertabudi, bahwa sebagai salah satu faktor pengungkitnya adalah mekanisme penjaringan pasangan bakal calon, yang dilakukan oleh partai politik yang cenderung pragmatis, Sabtu (10/8/2024).
“Banyak daerah khususnya Kabupaten/Kota di Jawa Barat, dengan munculnya bakal calon dari latar belakang pesohor ataupun non kader partai, kian mewarnai perhelatan pilkada 2024 yang menganut sistem pilkada serentak nasional ini,” ungkap Djamu.
Demikian pula halnya dengan Kota Cimahi yang dilihat dari pendekatan sejarah pemerintahan, Kota Cimahi dilahirkan dari perubahan status Kota Administratif yang berasal dari bagian wilayah Kabupaten Bandung ini merupakan hasil perjuangan luar biasa dari para tokoh masyarakat Cimahi.
“Namun sempat terjadi reaksi keras dari para tokoh saat sosok Aditya yang merupakan salah seorang kandidat walikota Cimahi, yang tidak memahami sejarah Kota Cimahi, menyampaikan pernyataan yang bersifat kontradiktif tentang terbentuknya Kota Cimahi, sehingga ikut mewarnai hingar bingarnya dinamika politik kota Cimahi,” tandas Djamu kembali.
Dilihat dari perkembangan terakhir di intern partai politik, menunjukan bahwa sebagai kontestan pilkada 2024 Kota Cimahi sudah mengarah pada dua pasangan, yaitu Dikdik S. Nugrahawan – Bagja Setiawan yang diusung gabungan partai PKS, Demokrat dan Nasdem (20 kursi), dengan pasangan Ngatiyana – Aditya Yudhistira yang diusung gabungan partai Gerindra, PKB, PAN dan PPP (12 kursi).
“Sedangkan Golkar saat ini sedang melakukan proses pembahasan terakhir untuk menentukan bakal calon yang akan diusung antara Dikdik S.Nugrahawan atau Ngatiyana,” terangnya.
Lantas bagaimana dengan PDIP Kota Cimahi ?. Partai besar pemenang pemilu Nasional 2024 ini?
Yang dikenal memiliki akar rumput yang militan dan signifikan ini, sudah barang tentu akan memberi “additional strength” (Kekuatan ekstra) bagi koalisi partai yang dipilihnya nanti.
“Kita lihat perkembangan selanjutnya,” tanggap Djamu.
Kemudian, bagaimana peluang kedua pasangan ini ?.
Di tataran akademis, mengenal teori Probabilitas.
“Secara etimologis probabilitas itu di artikan sebagai kemungkinan, peluang atau kans. Dan secara terminologis probabilitas adalah ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang, yang dinyatakan dalam bentuk angka dari 0 sampai 1 atau dalam persentase,” tandasnya.
Maka dari itu sebagai implementasi dari teori probabilitas ini dilakukan melaluI survey oleh lembaga survey profesional dan terpercaya.
“Dari beberapa sumber resmi bahwa hasil survey yang dilakukan beberapa lembaga survey Nasional, seperti Polltracking dan lembaga survey Indikator telah menunjukan bahwa figur Dikdik S. Nugrahawan disertai berbagai simulasi pasangan memperoleh elektabilitas (tingkat keterpilihan) tertinggi dibandingkan figur lain. Bahkan terdapat selisih elektabilitas yang signifikan” jelas Djamu kembali.
Menurut para akhli, bahwa apabila selisih elektabilitas dikisaran 3 – 5 persen, masih memungkinkan pada saatnya nanti mengalami perubahan signifikan.
“Akan tetapi apabila selisihnya lebih dari persentase itu akan mendapat kesulitan mengejarnya. Mengingat dalam pilkada, elektabilitas figur atau pasangan memegang peranan penting dan menentukan. Sedangkan elektabilitas partai pengusung hanya bersifat suplemen,” pungkasnya.