HukumKriminal

Surat Tanggapan Jaksa Sidang PK Tanah Parit Derabak Diduga Mengandung Kepalsuan Fakta

540
Persidangan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara sengketa tanah di kawasan Parit Derabak, Desa Parit Baru, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, kembali digelar pada Rabu, 16 Juli 2025 di Pengadilan Negeri Mempawah. Persidangan yang dipimpin oleh Wakil Ketua PN Mempawah, Praditia Danindra, SH, MH, sebagai Ketua Majelis Hakim tersebut mengungkap fakta baru yang mengindikasikan adanya ketidakbenaran dalam dokumen resmi yang diajukan oleh pihak Termohon, yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU).

SNU//Mempawah  Kalimantan Barat – Persidangan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara sengketa tanah di kawasan Parit Derabak, Desa Parit Baru, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, kembali digelar di Pengadilan Negeri Mempawah. pada Rabu, (16/7/2025).

Persidangan yang dipimpin oleh Wakil Ketua PN Mempawah, Praditia Danindra, SH, MH, sebagai Ketua Majelis Hakim tersebut mengungkap fakta baru yang mengindikasikan adanya ketidakbenaran dalam dokumen resmi yang diajukan oleh pihak Termohon, yakni Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam replik yang dibacakan oleh Pemohon melalui kuasa hukumnya, terungkap bahwa surat tanggapan dari JPU selaku Termohon mengandung sejumlah dalil yang tidak sesuai fakta, dan berpotensi dikualifikasikan sebagai “surat palsu” sesuai definisi hukum yang berlaku.

Salah satu inti keberatan dari pihak Pemohon adalah dalil Termohon yang menyatakan surat-surat yang digunakan oleh Pemohon merupakan hasil pemalsuan dengan menggunakan cap Kepala Desa Sungai Raya Dalam. Padahal, bukti fisik dari dokumen yang diajukan menunjukkan tidak terdapat cap tersebut, melainkan cap resmi Kepala Desa Sungai Raya yang sesuai dengan tanggal surat, yakni 25 Februari 2008.

Lebih jauh, surat-surat yang disebut “dipalsukan” oleh Termohon, ternyata menurut penjelasan Pemohon merupakan hasil perbaikan dokumen administrasi berdasarkan arahan resmi dari BPN Kubu Raya, untuk melengkapi permohonan sertifikasi atas nama Ariyanto. Hal ini diperkuat oleh surat dari Kanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat Nomor: HP.01.03/238G-61/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018, yang memuat permintaan perbaikan berkas permohonan atas nama Ariyanto.

Fakta lain yang disebutkan dalam surat tanggapan Termohon, yakni bahwa Pemohon mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 46345 atas nama Ariyanto, juga terbantahkan. Berdasarkan dokumen resmi berupa Surat Keputusan No: 03/HM/BPN.61/2019 tanggal 26 Juni 2019, diketahui bahwa permohonan diajukan langsung oleh Ariyanto sendiri, bukan oleh Pemohon. Pemohon hanya menerima kuasa dari Ariyanto pada 29 Juli 2018, sedangkan permohonan sertifikasi telah diajukan sejak 23 Februari 2012. Kuasa tersebut pun terbatas hanya untuk melanjutkan proses administrasi, bukan untuk pengajuan awal permohonan.

Dalam keterangan pers usai sidang, kuasa hukum Pemohon, Yandi L., SH, menyatakan bahwa surat tanggapan yang dibuat oleh pihak Termohon mengandung ketidakbenaran substansial. Ia menegaskan bahwa bila dikaitkan dengan definisi hukum mengenai surat palsu, yaitu surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar atau mengandung kepalsuan, maka surat tanggapan Termohon dapat dikategorikan sebagai “Surat Palsu”.

“Kami minta agar Majelis Hakim mencermati secara objektif dan teliti fakta-fakta yang muncul dalam persidangan ini. Karena jika surat tanggapan JPU terbukti mengandung kepalsuan, maka proses hukum harus berjalan secara adil tanpa tebang pilih,” ujar Yandi.

Kasus ini menjadi sorotan publik di Kalimantan Barat karena menyangkut integritas aparat penegak hukum dan transparansi proses agraria, khususnya dalam persoalan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah yang kerap menjadi sumber konflik berkepanjangan. (JN//98)

Exit mobile version