SNU Kabupaten Garut – Terkait Ketetapan Upah Minimun Sektoral Kabupaten (UMSK) yang sudah ditetapkan oleh PJ Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, dengan mengeluarkan SK Gubernur Jawa Barat Nomor 168.7/Kep.802-Kesra/2024. Dalam SK tersebut, hanya Kabupaten Subang dan Kota Depok yang dimasukkan sebagai daerah dengan UMSK.
Akhirnya Ketua DPC KSPSI Kabupaten Garut, Andri Hidayatullah dan Konsfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K.SPSI) Cabang Kabupaten Garut Andri Hidayatulloh menilai putusan Bey tidak masuk akal,
“Sebab terkesan PJ Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin telah mengabaikan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta,” ungkap Andri. Kamis (19/12/2024).
Bahkan Andri juga mempertanyakan kembali alasan untuk Kabupaten Garut tidak masuk dalam Surat Keputusan (SK) penetapan UMSK,
“Sebagaimana diatur dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomor 168.7/Kep.802-Kesra/2024. Dalam SK tersebut, hanya Kabupaten Subang dan Kota Depok yang dimasukkan sebagai daerah dengan UMSK tersebut,” ucap Dia.
Andri menilai keputusan tersebut mengabaikan kesepakatan Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Garut,
“Yang sebelumnya telah merekomendasikan kenaikan UMSK sebesar 2,5%. Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024, terutama Pasal 7 Ayat 5 huruf b serta Pasal 9 Ayat 1 hingga 4, yang seharusnya menjadi dasar hukum dalam menetapkan UMSK,” cetus Andri.
Menurut Andri, secara logika berpikir putusan Bey sebagai PJ Gubernur Jawa Barat patut dipertanyakan.
“Bagaimana mungkin upah minimum sektoral provinsi ditetapkan berdasarkan acuan Dewan Pengupahan Provinsi, sementara UMSK Garut yang sudah clear and clean justru tidak ditetapkan?,” sebut Andri.
lebih lanjut Andri juga menegaskan bahwa, Keputusan tersebut mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja.
“Perihal itu lebih menjelaskan pentingnya UMSK sebagai instrumen untuk menjamin kesejahteraan pekerja di sektor tertentu,” tegasnya.
Sektor-sektor ini memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda, sehingga memerlukan standar upah yang lebih tinggi.
“Pengaturan UMSK memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan adil kepada pekerja, terutama di sektor yang membutuhkan tuntutan pekerjaan berat atau spesialisasi tertentu,” ujar Andri.
Dalam konteks ini, Adri menekankan bahwa norma Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 UU Nomor 6 Tahun 2023 sudah jelas mengatur kewajiban memberikan perlindungan melalui penetapan upah minimum sektoral.
“Namun, keputusan Bey Mahmudin menunjukkan bahwa ia tidak berpihak kepada pekerja atau buruh, khususnya di Kabupaten Garut,” cetus Andri.
Selanjutnya menurut Andri, bahwa DPC K.SPSI Kabupaten Garut dengan tegas meminta agar Menteri Dalam Negeri segera mencopot Bey Mahmudin dari jabatannya sebagai PJ Gubernur Jawa Barat.
“Mereka menilai keputusan ini bukan hanya merugikan pekerja, tetapi juga mengabaikan prinsip keadilan dan kesejahteraan pekerja/buruh,” imbuh Dia.
Keputusan itu terang Andri, bahwa tidak hanya melukai pekerja di Garut, tetapi juga mencerminkan lemahnya keberpihakan terhadap hak-hak pekerja/ buruh.
“Kami mendesak tindakan tegas dari pihak Pemerintah pusat untuk mengoreksi kebijakan Pj Gubernur Jabar tersebut,” tandas Andri. (***)