SNU//Langkat Sumatera Utara – Geger! Kasus penggelapan dana nasabah BMT Pradesa Mitra Mandiri senilai Rp 3,2 miliar telah menyeret Manager Try Darma Yoga Hasibuan, ke kursi pesakitan sebagai terdakwa.
Namun, bayang-bayang ketidak adilan dan kelalaian mendalam menyelimuti kasus ini, menimbulkan pertanyaan serius terhadap peran Pimpinan BMT Pradesa Mitra Mandiri, berinisial DP, yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD) Kabupaten Langkat, serta lemahnya pengawasan dari instansi terkait. Selasa (10/6/2025).
Kepercayaan publik terhadap BMT Pradesa Mitra Mandiri hancur lebur. Try Darma Yoga Hasibuan, kini terdakwa, hanyalah ujung gunung es dari skandal besar ini.
Dugaan kuat mengarah pada keterlibatan pihak lain yang lebih bertanggung jawab atas hilangnya dana nasabah yang mencapai miliaran rupiah. Ke mana dana tersebut mengalir? Pertanyaan ini menggantung di udara, menuntut jawaban yang transparan dan tuntas.
Ironisnya, sebagai pengamat ekonomi syariah Sumatera Utara, HM Harmen Ginting S.Sos yang mencoba mengkonfirmasi kasus ini kepada Dinas Koperasi Kabupaten Langkat dan Dinas Koperasi Provinsi Sumatera Utara justru mendapat jawaban mengejutkan,
Bahwa BMT Pradesa Mitra Mandiri tidak pernah mengantongi izin operasional dari kedua instansi tersebut!
“Ini merupakan pelanggaran serius yang menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di sektor koperasi,” ucap Harmen.
Harmen sebagai pengamat perekonomian syariah Sumatera Utara yang juga Wakil Ketua bidang OKK DPD SATKAR Ulama Provinsi Sumatera Utara sekaligus Ketua DPD SATKAR Ulama Kota Medan saat dimintai keterangan mengatakan
“Bagaimana mungkin sebuah lembaga keuangan beroperasi selama ini tanpa izin resmi, dan bagaimana mungkin dana nasabah senilai Rp 3,2 miliar bisa raib tanpa pengawasan yang memadai? ” Terangnya.
Begitupula terkait Ketidakhadiran izin operasional bukan hanya masalah administrasi semata.
“Ini adalah bukti nyata kegagalan sistemik dalam pengawasan koperasi di Sumatera Utara. Lembaga pengawas, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, patut dipertanyakan perannya dan kinerjanya,” tandas Harmen.
Izin usaha simpan pinjam koperasi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) RI Nomor 11 Tahun 2018 tentang Perizinan Usaha Simpan Pinjam Koperasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
“Jadi, penting bagi koperasi simpan pinjam untuk mengurus izin usaha agar dapat beroperasi dengan aman dan legal,” lanjut Harmen.
“Apakah mereka lalai, atau bahkan terlibat dalam konspirasi yang lebih besar? Pertanyaan ini mendesak untuk dijawab,” pungkasnya .
Harmen, juga menambahkan lebih memprihatinkan lagi, adanya dugaan bahwa Koperasi BMT Pradesa Mitra Mandiri juga tidak memiliki izin dari OJK.
Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa koperasi tersebut beroperasi secara ilegal dan melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diduga Koperasi BMT Pradesa Mitra Mandiri sudah melanggar Mandat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Publik menuntut keadilan dan transparansi. Menjadikan Tri Darma Yoga Hasibuan sebagai satu-satunya kambing hitam adalah tindakan yang tidak adil dan tidak bertanggung jawab.
“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan menyeluruh. Pimpinan BMT Pradesa Mitra Mandiri, DP, sebagai penanggung jawab utama, tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas skandal ini,” tegas Harmen.
Penyelidikan harus meluas dan mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat, termasuk kemungkinan aliran dana diduga ke kantong pribadi.
“Jangan sampai kasus ini hanya berakhir dengan dikorbankannya seorang manager, sementara dalang di baliknya berkeliaran bebas. Keadilan harus ditegakkan, dan dana nasabah yang hilang harus segera dikembalikan,” sebut Harmen. (Rz)