SNU|Kota Cimahi – Dalam panggung demokrasi bernama pilkada, kota kita yang tercinta berubah menjadi ladang permainan, tempat janji manis dibungkus cinta dan kasih.
“Kandidat-kandidat, yang katanya datang untuk memupuk persaudaraan, berlomba-lomba menabur benih harapan di hati warga, seakan-akan kasih sayang dapat dipanen dari ladang-ladang suara. Mereka berbicara tentang cinta dan persaudaraan, seolah-olah kita telah lupa bahwa politik adalah permainan yang sering kali memisahkan dari pada menyatukan,” Ungkap tokoh Kota Cimahi Asep Taryana. Minggu (18/8/2024).
Selanjutnya menurut Asep, bahwa Kita diajak untuk merajut kembali kain silahturahmi sosial yang konon mulai usang termakan zaman.
“Namun, apakah kita benar-benar menjahit dengan benang persaudaraan, ataukah ini hanya tambalan yang dipaksakan agar kain tua itu terlihat lebih baik di mata para pemilik modal? Ah, di balik tabir pilkada, cinta dan kasih sering kali hanyalah topeng yang dipakai sementara, hingga suara terakhir dihitung dan kemenangan diraih,” tegas Asep.
Pilkada bukanlah sekadar pertarungan gagasan; ini adalah pertarungan estetika, di mana seni retorika dan drama memainkan peran utama.
“Bukan, ini bukan pertunjukan cinta, ini adalah drama tanpa akhir yang diisi dengan akrobatik janji-janji muluk. Dan kita, warga kota yang katanya dicintai, sering kali hanya menjadi penonton pasif, terpesona oleh gemerlap kata-kata manis, tanpa menyadari bahwa di balik itu semua ada intrik dan kepentingan yang bermain,” tandas Dia.
Mereka berkata, “Mari kita bangun silahturahmi sosial!” Namun, tidakkah kita melihat bahwa sering kali mereka yang berkoar tentang persaudaraan